PENAJAM - Pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ternyata tidak berlaku untuk program penerima bantuan iuran (PBI) yang pendanaannya bersumber dari APBD dan APBN. Itu ditegaskan Kepala UPT Jamkesda PPU Ahmad Padaelo.
Dikatakan, keputusan yang dibuat Mahkamah Agung (MA) tersebut hanya menganulir kenaikan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri, sesuai yang diatur dalam Pasal 34 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Sehingga tidak berpengaruh dengan penerima bantuan iuran (PBI) bersumber dari APBD maupun APBN.
Dalam Pasal 34 diatur, iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) atau lebih dikenal mandiri. Kenaikan iuran BPJS kelas I sebesar Rp 160 ribu, kelas II sebesar Rp 110 ribu, dan kelas III sebesar Rp 42 ribu. Setelah keluar putusan MA, maka iuran kembali seperti semula. Yakni kelas I sebesar Rp 80 ribu, kelas II sebesar Rp 51 ribu, dan kelas III sebesar Rp 25.500.
“Saya luruskan, pembatalan kenaikan iuran itu hanya di Pasal 34, untuk iuran mandiri. Sementara iuran PBI APBD dan PBI APBN diatur di pasal lain. Jadi, kita tetap membayar premi masyarakat yang ditanggung daerah sebesar Rp 42 ribu per bulan untuk kelas III," bebernya.
Pada awal keputusan MA, pihaknya pun berharap pembayaran yang ditanggung pemerintah ikut turun. Sehingga anggaran yang ada bisa dialihkan untuk pengembangan pembangunan lain. "Terakhir ada rapat bersama Kemendagri di Balikpapan. Dan kita tetap diminta menyediakan anggaran PBI APBD sebesar Rp 42 ribu," sambungnya.
Pemkab PPU pun telah mengalokasikan anggaran PBI APBD sebesar Rp 35 miliar. Itu untuk perkiraan menanggung iuran BPJS Kesehatan sebanyak 76.426 jiwa. "Hingga Maret ini kepesertaan BPJS Kesehatan melalui program PBI APBD sudah sekitar 61 ribu jiwa. “Anggaran Rp 35 miliar, itu untuk 12 bulan," tegasnya. (asp/ind/k15)