Tiap hari Poli Khusus RSUA menerima 120–200 pasien, sedangkan kapasitas pemeriksaan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute bisa mencapai 80 spesimen. Di RSUA ada yang datang karena panik. Di Eijkman tak bisa ujug-ujug datang meminta dites.
GALIH ADI P., Surabaya-Z. HIKMIA, Jakarta, Jawa Pos
Kemarin (17/3) merupakan hari kedua bagi Akbar bertandang ke Poli Khusus Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA). Dia hendak memeriksakan kondisi kesehatannya. Tanda-tandanya mirip dengan Covid-19.
Pada Senin (16/3) dia sudah datang ke sana. Tapi, kehabisan kuota pemeriksaan. Alhasil, dia harus balik pada hari berikutnya.
Bersama Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute Jakarta, Poli Khusus Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya ditunjuk sebagai jejaring laboratorium untuk pemeriksaan Covid-19. Sejak memulai layanan pada 3 Maret lalu, animo masyarakat untuk memeriksakan diri ke Poli Khusus RSUA begitu tinggi.
Saban hari Poli Khusus RSUA menerima 120–200 pasien. Kuota yang tersedia pun tidak bertahan lama. Sebelum tengah hari sudah penuh. Alhasil, tidak sedikit yang harus pulang, menunggu hari berikutnya.
Menurut Ketua Tim Satgas Korona RSUA dr Prastuti Asta Wulaningrum SpP, sejak Crisis Center Covid-19 RSUA dibuka, status pasien yang berkunjung beragam. Ada pula beberapa orang yang sehat tanpa gejala.
Mereka, kata Prastuti, datang karena panik. Ada pula orang dalam pemantauan (ODP) yang menjalani rawat jalan dan rawat inap serta pasien dalam perawatan (PDP).
Agar tak bernasib sama seperti hari pertama, Akbar kemarin datang ke Poli Khusus RSUA pukul 07.00. Mengantre untuk mengambil nomor.
Dia mendapat nomor 17. Yang hendak memeriksakan kondisi kesehatan bisa menunggu di ruangan yang biasanya digunakan sebagai parkir mobil ambulans itu.
Ada tirai plastik bening yang memisahkan dengan lingkungan luar. Di sana ada meja dan kursi. Untuk mengisi blangko riwayat kesehatan dan riwayat perjalanan. ’’Berikutnya menunggu, jam 09.00 saya baru masuk ke ruangan dokter,” ujarnya.