Arief Rahman Hasyim, Jalani Bisnis Properti sejak 1998

- Rabu, 18 Maret 2020 | 01:34 WIB
BERJALAN BAIK: Merupakan bisnis keluarga yang dipegang tiga orang tentu jadi tantangan. Tak melulu gencar kejar target, operasional kantor lebih dipertahankan dan jadi perhatian.
BERJALAN BAIK: Merupakan bisnis keluarga yang dipegang tiga orang tentu jadi tantangan. Tak melulu gencar kejar target, operasional kantor lebih dipertahankan dan jadi perhatian.

Bertahandi bisnis properti, khususnya perumahan pada era sekarang bukan hal mudah. Dewasa ini, jenis perumahan makin variatif. Membuat masyarakat memiliki banyak pilihan. Namun, perlu strategi khusus agar tak salah langkah. Apalagi ada momen tertentu saat bisnis menurun.

 

DULU bisnis perumahan perputarannya cepat dengan pasar bagus. Hal itu disampaikan Arief Rahman Hasyim, salah satu perwakilan pemilik Grand Mahakam City. Dia menceritakan jika pembangunan perumahannya dimulai 1998 untuk membuka konstruksi jalan hingga sekitar 2001–2002 di Jalan Siradj Salman. Antara 2004-2005, perumahan mulai bergerak. Perihal tanah, tidak dibeli dari pihak ketiga melainkan masih milik keluarga. Luas tanah yang dimiliki perumahan sekaligus jalan dan kompleks ruko 9 hektare.

Arief pernah merasakan bisnisnya surut pada 2014 silam. Bertepatan dengan momen menurunnya bisnis batu bara. Kala itu, per unit rumah bisa dibanderol seharga di atas Rp 1 miliar. Namun, dia juga melihat tren rumah yang laku berkisar di harga di bawah Rp 1 miliar. Oleh sebab itu, pihaknya menurunkan luas tanah dan memperkecil luas rumah. Dua tipe rumah dia jual, tipe 36 dan 55. Cara seperti itu mampu membuktikan jika bisnisnya tetap bisa bertahan. Hingga 2018-2019 lalu, dia berhasil menjual 38 unit dalam waktu yang menurutnya cukup lama. Tiga tahun. Jika dirata-rata, saat itu tiap bulan hanya terjual satu unit. Kini untuk rumah ada delapan cluster. Sementara ruko, ada tiga cluster.

“Melihat fenomena dijadikannya Kaltim sebagai IKN juga berdampak baik. Terutama dengan cluster terbaru, Double Decker dengan harga cukup kompetitif. Dulu sempat terhenti, tapi tahun ini pasarnya mulai ada. Jadinya dilanjutkan,” ungkap Arief.

Ada hal lain yang bisa dikembangkan di bisnis properti perumahan. Salah satunya membuat gedung pertemuan. Sering disewa masyarakat untuk melakukan hajatan. Terlebih pernikahan. Pada dasarnya, perumahan tersebut adalah bisnis keluarga. Selain Arief, ada pula dua saudaranya yang ikut mengatur. Saat masa terpuruk, mereka justru mengutamakan operasional kantor tetap berjalan baik. Tak melulu memasang target demi mendapat keuntungan. Sebab, masing-masing dari mereka juga memegang bisnis lain. Khususnya Arief, dia bergerak di bidang konsultan.

“Bisnis properti itu sebenarnya bukan jual bangunan tapi tanah. Harus tahu cara menambah nilai tanah itu. Keuntungan itu di harga tanah. Memang butuh modal, jadi jangan sekadar menghitung bangun rumah sekian, jualnya sekian, dapat untung dua kali lipat. Padahal, banyak hal lain seperti perizinan yang bisa membuat itu enggak langsung balik. Malah tertahan, jadi harus hati-hati,” saran Arief panjang lebar.

Maksudnya, ketika punya tanah pun belum tentu bisa langsung terjual. Harus mengantongi izin dari pemerintah kota. Lokasi jadi pertimbangan. Misalkan di daerah kawasan hijau atau perumahan. Kemudian, tanah itu diperuntukkan untuk perkebunan, pertanian, atau perumahan.

Arief tetap optimistis terhadap pertumbuhan bisnis propertinya. Dia mengibaratkan, jika ada seseorang yang membeli rumah kemudian menjualnya, pasti mendapat untung. Menurutnya, orang mulai ramai membeli rumah kala mendekati pergantian tahun atau hari raya besar. Alasannya karena ingin punya suasana baru. Justru menghindari awal tahun ajaran baru karena biaya terpakai untuk pendidikan.

Saat awal bergerak, Arief juga menuturkan, untuk agenda promosi tak begitu sulit. Bahkan, orang sudah tahu dari mulut ke mulut. Mulai agak sulit saat sekitar 2014, terutama saat merilis cluster Double Decker.

“Kalau bergerak di perumahan menengah ke atas, persaingannya jelas ada. Banyak yang cenderung menurunkan harga supaya bisa diserap konsumen. Jadi, kami menyesuaikan harga pula agar tetap bisa bersaing,” tambah ayah tiga anak itu.

Di akhir perbincangan, Arief menuturkan, sejak awal membangun, infrastruktur jadi prioritas. Sebab, kebanyakan konsumen melihat infrastruktur yang sudah dibangun agar terpacu untuk membeli. Ke depannya, dia berencana membangun perumahan lain dengan manajemen yang sama seperti Grand Mahakam City. (*/ysm/rdm/k16)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB
X