Setoran Pajak Tambang Hanya Rp 6,7 T

- Minggu, 15 Maret 2020 | 00:40 WIB

Masih banyak perusahaan tambang tidak melaporkan hasil produksinya secara riil. Setelah dilakukan pemeriksaan, dari cuma membayar Rp 3 miliar menjadi Rp 34 miliar. Sesuai dengan hasil produksi di RKAB.

 

BALIKPAPAN–Banyaknya izin usaha pertambangan (IUP) yang mati suri membuat pendapatan pajak dari sektor pertambangan tidak maksimal. Penyebabnya perusahaan tambang yang belum eksploitasi batu bara hanya dikenai pajak bumi dan bangunan (PBB). Belum dikenai pajak pertambangan atas hasil produksi.

“Ada 1.404 IUP di Kaltim dan hanya sekitar 300-an yang aktif. Namun, belum semuanya berproduksi. Ada yang masih sekadar tanah kosong. Apalagi ada yang (SK IUP-nya) di bank. Jadi, yang berproduksi sekitar 165-an IUP saja,” beber Kepala Kanwil DJP Kaltim-Kaltara (Kaltimra) Samon Jaya saat ditemui Kaltim Post kemarin. Lanjut dia, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kaltimra mencatatkan telah menghimpun Rp 6,715 triliun dari sektor pertambangan.

Atau menyumbangkan 31,56 persen dari jumlah pajak yang dihimpun pada 2019 sebesar Rp 23,27 triliun. Jumlah itu merupakan akumulasi dari semua sektor usaha yang terkena pajak. Pria berkumis itu mengatakan, pemegang IUP yang belum menjalankan produksi, umumnya hanya membayar pajak bumi dan bangunan (PBB). Kewajiban itu harus ditunaikan setelah surat keputusan (SK) IUP diterima perusahaan pertambangan.

SK IUP itu sebagai bukti penguasaan lahan pertambangan. Jadi, wajib membayar PBB setiap tahun. “Memang nilainya kecil. Ada yang 100-an hektare sampai 1.000-an hektare dikalikan NJOP (nilai jual objek pajak). Karena berada di sekitar kawasan hutan, NJOP di sekitar lahan tambang masih murah-murah,” ungkapnya tanpa memerinci besaran NJOP tersebut.  PBB yang disetorkan perusahaan tambang yang belum berproduksi itu tetap dihimpun Kanwil DJP Kaltimra.

 Sebab, merupakan kategori pajak pusat, bersama PBB perkebunan dan perhutanan. Akan tetapi, seluruh realisasi penerimaan PBB-nya diserahkan kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. “Jadi walau PBB masih pajak pusat, hasilnya dikasih untuk daerah,” ujar Samon. Dia mengungkapkan, sinergisitas antara Kanwil DJP Kaltimra dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memacu perolehan pajak di sektor pertambangan.

Di mana Dinas ESDM Kaltim mensyaratkan pelunasan PBB sebelum mengesahkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disusun perusahaan tambang setiap tahun. Dalam RKAB itu memuat hasil produksi tahun sebelumnya dan rencana produksi tahun berikutnya. Setelah RKAB disahkan kepala Dinas ESDM Kaltim, baru perusahaan tambang bisa menjual hasil produksinya. Jika tidak, batu bara yang telah diproduksi tidak dapat dijual.

“Kalau PBB belum lunas, kepala dinas (ESDM Kaltim) enggak mau tanda tangan. Itu syarat yang bagus,” ucap dia mengapresiasi.

Berdasarkan RKAB tersebut, DJP bisa mengetahui hasil produksi batu bara riil dari perusahaan tambang. Sebab, selama ini, banyak perusahaan yang tidak melaporkan hasil produksinya secara riil ke DJP. Semisal, hasil produksi batu bara yang dilaporkan sebelumnya, hanya wajib membayarkan pajak sekira Rp 3 miliar.

Namun, setelah melihat RKAB yang menunjukkan hasil produksi tahun sebelumnya, ternyata produksinya berkali lipat dari produksi yang dilaporkan ke DJP. Akhirnya dilakukan pemeriksaan dan perusahaan mengakui. Dari awalnya membayar Rp 3 miliar menjadi Rp 34 miliar. Sesuai dengan hasil produksi di RKAB. “Dan itu saya laporkan ke gubernur (Kaltim) dan KPK. Kalau konsep koordinasi dan supervisi ini berjalan hampir di seluruh sektor, insyaallah negara kita on the track,” kata Samon.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM Kaltim Azwar Busra mengatakan, hingga Maret 20120, baru 136 perusahaan tambang yang sudah menyampaikan RKAB ke Dinas ESDM Kaltim. Sementara menurut data yang dimilikinya, ada 386 IUP yang berstatus clean and clear (CNC) operasi produksi (OP). “Jadi masih bisa bertambah yang menyampaikan RKAB. Sebab, ada perusahaan yang tidak aktif dan ada yang aktif namun belum memenuhi persyaratan yang belum lengkap,” ucap dia.

Terkait modus perusahaan tambang yang SK IUP-nya diagunkan ke bank, mantan kepala Seksi (Kasi) Pembinaan Teknik Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM Kaltim ini enggan berkomentar lebih lanjut. Dia mengaku belum lama menjabat sebagai kabid Minerba dan belum mendalami informasi itu. “Jadi, masih kami ikuti perkembangannya dulu. Sambil melacak, jika benar ada yang demikian,” tandasnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi Heranata seusai Rapat Koordinasi Progres Penerbitan IUP dan Penerimaan Pajak Pertambangan Kaltim di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kaltim-Kaltara, Kamis (12/3) mengatakan, alasan pemegang IUP tidak melakukan kegiatan produksi batu bara karena SK IUP CNC OP hanya menjadi persyaratan untuk mengambil pinjaman ke bank. Praktik terselubung itu sudah disampaikannya ke Gubernur Kaltim Isran Noor. Diharapkan, segera ada evaluasi terhadap pemegang IUP yang tidak menghasilkan batu bara itu. Sebab, berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X