Minimnya Branding jadi Jarang Dikenal

- Sabtu, 14 Maret 2020 | 21:09 WIB
SEJARAH: Terletak di Samarinda Seberang, masjid ikonik yang berdiri sejak 1881 ini jadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kota Tepian. (DOK/KP)
SEJARAH: Terletak di Samarinda Seberang, masjid ikonik yang berdiri sejak 1881 ini jadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kota Tepian. (DOK/KP)

BICARA potensi pariwisata, Samarinda seakan punya segalanya. Potensi besar jika mampu dimaksimalkan. Itulah yang disampaikan Sekretaris Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kaltim Muhammad Zulkifli. “Apalagi wisata religi dengan masjid Islamic Center yang disebut terbesar kedua di Asia Tenggara dan Shirathal Mustaqiem tertua di Indonesia,” sebutnya.

Dia menyayangkan jika kedua masjid ikonik tersebut hanya dimaknai sebagai lokasi ibadah saja. Pasalnya, ada nilai “jual” yang tentu tidak dimiliki daerah lain. Bagaimana keunikan, makna dan sejarah masjid. Itu yang seharusnya jadi nilai unggul.

“Yang kurang adalah narasinya. Bagaimana menggambarkan jika masjid yang kita punya itu memang luar biasa,” imbuhnya. “Masyarakat juga harusnya punya rasa memiliki dan bangga akan hal itu,” lanjut Zulkifli.

Dengan kata lain branding atau packaging. Pengemasan tempat wisata agar menarik orang untuk datang. Tidak sekadar bangunan misal terbesar dan tertua. Disebutkan Zulkifli, harus ada yang membahasakan atau meramu kata agar bangunan tersebut punya nilai.

“Harus ada semacam simposium atau apa sebutannya nanti untuk menyamaratakan persepsi tentang sejarah Samarinda yang bisa dijadikan potensi wisata itu,” ucapnya. “Misal dengan sebutan masjid terbesar dan tertua, mestinya tidak afdol jika ke Samarinda bagi yang muslim jika tidak ke sana,” tambah Zulkifli.

Harus ada kolaborasi sinergi atau pentahelix. Dijelaskan Zulkifli, ada lima unsur penting dalam pengembangan pariwisata tersebut. Dari pemerintah, pelaku usaha, komunitas, akademisi serta media. Kelimanya perlu berjalan beriringan.

“Jika kurang satu saja yang bergerak, tidak bisa. Harus semuanya. Butuh orang yang memang mau serius dan sadar ini penting,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltim itu.

Ketika mampu berkolaborasi dengan baik, maka diyakini perubahan besar terjadi. Menjadi penggerak ekonomi Kaltim yang tentu tak terus-menerus andalkan batu bara. “Wisata bentuk bangunan memang bisa dibuat, tapi apa yang membuatnya beda adalah apa nilai di balik bangunan itu,” tegas Zulkifli.

Menjadi permasalahan terus menerus, Zulkifli menyebut jika harus ada orang yang harus membenahinya. Dan juga bukan yang saling lempar tanggung jawab. Sehingga ke depan, wisata religi Samarinda khususnya, tidak menutup kemungkinan bisa menjadi paket wisata unggulan. (*/rdm2)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X