Publik Pesimis Omnibus Law Selesai 2020

- Sabtu, 14 Maret 2020 | 10:57 WIB

JAKARTA– Target pemerintah untuk menyelesaikan draf Rancangan Undang-undang Cipta Kerja secara cepat dinilai sulit terwujud. Dalam survei yang dilakukan Cyrus Network, hanya sebagian kecil masyarakat saja yang optimis. Sementara sebagian besar lainnya ragu dan tidak yakin bisa diselesaikan tahun ini.

CEO Cyrus Network Eko Dafid Afianto mengatakan, jumlah orang yang yakin RUU Ciker bisa selesai tuntas hanya ada diangka 31,7 persen. Dari jumlah itu, hanya sebagian kecil saja yang menyatakan sangat yakin. “Skor umumnya ada di ragu-ragu,” ujarnya dalam presentasi di Jakarta, (13/3).

Untuk yang ragu, jumlahnya mencapai 53,1 persen. Sementara sebagian lainnya bahkan menyatakan tidak yakin dan sangat tidak yakin. Eko memperkirakan, keraguan masyarakat disebabkan oleh begitu besarnya regulasi yang akan disatukan.

Sementara dari aspek persetujuan, Survei Cyrus Network menunjukkan jumlah publik yang mendukung omnibus lebih besar ketimbang yang menolak. Yakni setuju dan sangat setuju mencapai 36,1. Sementara yang tidak setuju dan sangat tidak setuju hanya 12,1 persen. “Yang biasa saja atau netral malah 51,9 persen,” imbuhnya.

Terkait sedikitnya angka penolakan publik, Eko menduga karena survei dilakukan pada akhir Januari 2020. Pada saat itu, isi atas draf RUU Cilaka relatif belum terbuka di publik. Di sisi lain, kala itu penolakan juga belum masif. “Draf juga belum diserahkan ke DPR,” tuturnya. Dengan alasan tersebut, lanjut dia, bisa saja jumlah yang tidak setuju meningkat dalam kondisi sekarang.

Menanggapi hasil itu, politisi Partai Golkar yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo menilai sah-sah saja publik ragu bisa diselesaikan cepat. Namun, dia sendiri cukup yakin bisa diselesaikan selama pemerintah bisa melakukan pendekatan ke kelompok penolak. “Harus bisa mengeliminir gerakan buruh,” ujarnya.

Dia menambahkan, pemerintah perlu menyampaikan dan meyakinkan ide besar dari penyusunan Undang-undang sapu jagat tersebut. “Tinggal bagaimana pemerintah meyakinkan bahwa UU bisa member kemakmuran baru,” imbuh mantan Ketua DPR tersebut.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips Vermonte menambahkan, terlepas dari substansi RUU yang kontroversi, komunikasi juga jadi kelemahan pemerintah. Sejauh ini, basis argumen yang disampaikan pemerintah belum cukup kuat.

Dia mencontohkan, pemerintah bisa menjelaskan betapa minimnya sumber penerimaan negara. Rasio pajak terhadap PDB misalnya hanya 12 persen sehingga sisanya harus dibiayai melalui industri, manufaktur hingga investasi. “Mungkin bisa berdiskusi baik-baik bahwa ini kebutuhan bersama. Rasio pajak kecil karena sebagian besar kerja di sektor informal karena ga ada lapangan pekerjaan. Kuncinya reason argument,” pungkasnya. (far)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB

ORI Soroti Pembatasan Barang

Sabtu, 13 April 2024 | 14:15 WIB
X