SAMARINDA–Mulai 25 Maret hingga 4 April, Badan pengawas pemilu (Bawaslu) Samarinda bakal melakukan verifikasi faktual, identitas pendukung calon independen. Sebab, sudah ada beberapa temuan. Misalnya, suket (surat keterangan) pengganti KTP, yang sudah kedaluwarsa. Mengingat, tak seperti KTP elektronik (KTP-el), suket punya masa berlaku sekitar 6 bulan.
"Membuktikan didukung atau tidak didukung itu harus ada pembuktian dulu. Seperti kepemilikan KTP-el, kami saksikan langsung apakah benar orang tersebut yang memberikan atau mungkin lewat orang lain," terang Ketua Bawaslu Samarinda Abdul Mu’in.
Di sisi lain, pihaknya juga akan memverifikasi jika ada TNI/Polri yang turut memberi dukungan. Namun, jika verifikasi lapangan menunjukkan bahwa mereka sudah pensiun, itu tidak masalah.
Pada tahapan ini, Bawaslu dibantu panitia pengawas kecamatan (panwascam), dengan estimasi jumlah personel sekitar 100 orang. “Meskipun, jumlah ini tak sebanding dengan jumlah pemilih di Kota Tepian,” ucapnya.
Merujuk Undang-Undang 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Wali Kota, Wakil Wali Kota, pada Pasal 20 Huruf C, ada empat indikator dalam pengecekan. Pertama, memastikan bahwa orang yang memberikan dukungan tidak ganda. Kedua, punya hak pilih terdaftar di DP 4. Ketiga, berdomisili di wilayah tersebut. Keempat, statusnya masih hidup.
Selain itu, Bawaslu disebut akan membuka hotline pelaporan terkait pelanggaran di masing-masing kelurahan. “Jadi, masyarakat tak perlu jauh-jauh datang Bawaslu jika menemukan adanya potensi pelanggaran,” ucapnya.
Di Samarinda ada tiga calon independen yang mendaftar. Namun, yang lolos verifikasi berkas KTP yang dilakukan KPU. Mereka adalah Zairin-Sarwono, dan Parawansa-Markus Taruk Allo.
Menjadi calon perorangan/independen memang bukan perkara gampang. Di Samarinda, paslon cawali dan wawali, harus memenuhi jumlah dukungan minimal 43.977 orang. Belum lagi selanjutnya harus bersaing dengan calon yang diusung partai.
Seperti yang dikatakan akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah. Salah satu variable yang menyebabkan ketiadaan calon perseorangan di tingkat kabupaten/kota, adalah syarat minimal dukungan yang cukup berat. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 41 Ayat (2) UU 10/2016 tentang Pilkada.
"Parpol memang sepertinya sengaja memperberat syarat calon perseorangan melalui perubahan UU Pilkada dulu. Ketika itu, parpol merasa calon perseorangan mendelegitimasi keberadaan parpol," singkat lelaki yang akrab disapa Castro itu. (nyc/dns/k8)