Waspada Kredit Macet Tambang Batu Bara

- Jumat, 13 Maret 2020 | 13:35 WIB
Pemegang IUP yang tidak menghasilkan batu bara dianggap berpotensi menimbulkan kerugian negara karena hanya membayar pajak bumi dan bangunan.
Pemegang IUP yang tidak menghasilkan batu bara dianggap berpotensi menimbulkan kerugian negara karena hanya membayar pajak bumi dan bangunan.

BALIKPAPAN–Ratusan izin usaha pertambangan (IUP) di Kaltim tidak berproduksi. Kuat dugaan, jika para pemegang IUP sengaja tak melaksanakan kegiatan eksploitasi batu bara. Lantaran, surat keputusan (SK) pemberian IUP yang diterbitkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau gubernur diagunkan ke bank. Tujuannya, agar mendapat pinjaman.

Menurut data Dinas ESDM Kaltim, jumlah IUP di Kaltim yang terdata hingga 14 Maret 2019 sebanyak 1.404 izin. Jumlah itu merupakan hasil rekonsiliasi data antara Dinas ESDM dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari jumlah tersebut, sebanyak 386 IUP berstatus clean and clear (CNC) operasi produksi (OP).

Namun, hanya 50 persen yang menghasilkan batu bara. Atau sekitar 160 IUP yang berproduksi. “Sisanya ‘tidur’ atau tidak menjalankan produksi batu bara,” kata Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi Heranata seusai Rapat Koordinasi Progres Penerbitan IUP dan Penerimaan Pajak Pertambangan Kaltim di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kaltim-Kaltara, (12/3).

-

Pria yang akrab disapa Didit itu menduga, alasan pemegang IUP tidak melakukan kegiatan produksi batu bara, karena SK IUP CNC OP hanya menjadi persyaratan untuk mengambil pinjaman ke bank. Praktik terselubung itu sudah disampaikannya ke Gubernur Kaltim Isran Noor. Diharapkan, segera ada evaluasi terhadap pemegang IUP yang tidak menghasilkan batu bara itu. Sebab, berpotensi menimbulkan kerugian negara.

“Saya sudah bilang ke Pak Gubernur. Karena mereka hanya membayar PBB (pajak bumi dan bangunan) saja. Tapi, kesempatan untuk memproduksi tidak dilakukan,” ungkap mantan kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim ini. Rakor itu turut dihadiri Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, Kepala Kanwil DJP Kaltimtara Samon Jaya, Kepala Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Timur Rusman Hadi, Kepala KSOP Dwiyanto dan Kepala Perwakilan Ombudsman Kaltim Kusharyanto.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango yang menerima informasi tersebut berjanji akan menindaklajutinya. KPK, akan menelusuri dugaan IUP yang dipakai bukan untuk kegiatan pertambangan. Namun, diagunkan ke bank untuk mendapat pinjaman. “Kami akan telusuri. Ini menarik. Juga, kalau ada bank yang melakukan praktik sekadar menyimpan surat izin (IUP), untuk mengeluarkan duit. Yang bisa menimbulkan kredit macet,” terang dia.

Mantan ketua Pengadilan Negeri Samarinda itu pun merekomendasikan pengetatan syarat penerbitan IUP. Baik izin yang dikeluarkan menteri ESDM maupun kepala daerah. Jika terbukti, maka temuan SK IUP yang diagunkan ke bank menjadi kasus pertama kali terjadi di Indonesia. Dia pun menyarankan dilakukan pencabutan IUP oleh pihak terkait.

“Kedatangan KPK ke Kaltim (karena) mendapat laporan IUP ‘tidur’ yang diagunkan di bank. Sebelumnya belum ada temuan seperti itu. Seperti berita heboh ada anggota DPRD yang langsung menitipkan SK di bank. Untuk mendapat pinjaman,” terang dia.

TAK SEMUA MENINGGAL DI LUBANG TAMBANG

Selain IUP bermasalah, perkara korban jiwa di bekas lubang tambang juga dibahas dalam rakor tersebut. Dari pertemuan kemarin, total korban meninggal di kawasan pertambangan di Kaltim tercatat mencapai 35 orang. Terhitung sejak 2011 hingga awal 2020. Dinas ESDM Kaltim menyatakan, sebanyak 23 kasus yang terdata meregang nyawa di bekas lubang pertambangan yang ditinggalkan. Sisanya 12 kasus meninggal dunia di kawasan pertambangan.

Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi Heranata mengatakan, pihaknya telah berupaya mencegah kasus tersebut agar tidak terulang setiap tahunnya. Dengan membuat edaran setiap bulannya kepada pemegang IUP di bawah kewenangan Dinas ESDM. Edaran itu memuat perintah pemasangan tanda larangan dan memagar bekas lubang tambang yang berimpitan dengan fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial). Dalam hal ini permukiman.

“Apabila ada pit (lubang tambang) aktif yang kurang dari 500 meter suka tidak suka, kami mohon ditutup,” terang Didit. Dia menerangkan, lubang tambang muncul karena metode pertambangan yang dilakukan pemegang IUP tidak menerapkan prinsip tata kelola tambang yang baik (good mining practices). Yakni, melalui metode backfilling atau penimbunan kembali material lapisan tanah penutup (overburden) di dalam lubang bukaan bekas tambang.

Seharusnya, jika membuka lubang tambang baru, lubang tambang yang sebelumnya dieksploitasi ditutup dengan galian lubang tambang baru. “Tapi tidak semua (pemegang IUP) di Kaltim melakukan hal itu. Asal ambil aja, baru ditinggal pergi,” ujarnya. Didit menyebut, pihaknya hanya bisa menindak pemegang IUP yang tidak menjalankan prinsip tata kelola tambang yang baik di bawah Dinas ESDM Kaltim.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X