TENGGARONG - Penetapan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) oleh Bupati Kukar Edi Damansyah mendapat apresiasi sejumlah pihak. Bertujuan untuk melindungi habitat pesut, kebijakan ini dianggap sebagai langkah tegas. Namun, masih tebersit harapan, kawasan konservasi tersebut terbebas dari aktivitas pengangkut batu bara.
Community Outreach & Advokasi Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), Novitasari mengatakan, pihaknya memang berharap kawasan habitat pesut terbebas dari aktivitas lalu lalang ponton. Hanya, sudah beberapa tahun terakhir, lalu lalang aktivitas ponton sudah diatur, sehingga meminimalkan gangguan terhadap pesut mahakam.
“Kalau kami ingin kawasan konservasi ini tidak lagi dilintasi oleh aktivitas ponton batu bara. Semoga nanti arahnya juga ke sana,” ujar Novitasari. Hanya, kata dia, sejauh ini pengaturan aktivitas ponton, patut mendapat apresiasi. Misalnya, kata dia, jeda jarak antar ponton yang melintas. Selain itu, ukuran ponton ditentukan agar tidak terlalu besar.
“Katanya sudah diatur, sehingga tidak lagi mengganggu pesut. Namun biar bagaimanapun, jika tidak ada lagi aktivitas ponton, mungkin akan lebih baik,” timpalnya
Yayasan Konservasi RASI dua kali mengkaji untuk mengamati imbas pengangkutan batu bara terhadap pesut. Kajian pertama menyimpulkan perubahan penyebaran pesut di Sungai Kedang Pahu (Kutai Barat) yang menderita situasi serupa dengan Sungai Kedang Kepala.
Di Sungai Kedang Pahu, populasi pesut secara drastis menyusut dan bergerak ke hilir yaitu ke perairan Kukar. Kajian kedua menyimpulkan bahwa prinsip sonar pesut terganggu oleh bising kapal batu bara yang lebih tinggi dari 80 desibel.
Saat pesut berpapasan dengan ponton, mereka menderita disorientasi dan muncul ke permukaan, sehingga berpotensi tertabrak. Gambaran itu diambil ketika kapal ponton melewati Sungai Kedang Kepala.
RASI menyimpulkan, empat hal mengancam kehidupan pesut jika zonasi tidak ditetapkan. Ancaman pertama adalah pesut kekurangan makanan, yaitu ikan. Kualitas air sungai bisa turun karena debu dan runtuhan batu bara jatuh ke sungai saat pengangkutan.
Hal itu membuat ikan tidak betah. Anak sungai juga dikhawatirkan menyempit karena gelombang ponton. Keadaan itu merusak ekosistem pinggir sungai yang merupakan sarang dari telur ikan. Ancaman kedua adalah pesut berisiko stres berat karena migrasi harian terganggu.
Pesut ketakutan saat berpapasan dengan ponton yang dapat menurunkan kekebalan tubuh. Pesut yang tertekan mudah terserang penyakit. Ancaman bagi pesut betina yang stres adalah melahirkan bayi prematur.
Ancaman ketiga adalah perubahan pola migrasi yang menyebabkan pesut kekurangan makanan. Sedangkan ancaman terakhir, pesut tertabrak ponton. “Kami menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang sudah mendukung upaya pelestarian pesut mahakam tersebut,” timpalnya.
Untuk diketahui, Kaltim Post menerbitkan liputan khusus edisi 9 Februari 2018. PT Bara Tabang adalah perusahaan Grup Bayan yang memegang izin konsesi hingga 2032 di Kukar dan Kubar. Memakai Sungai Kedang Kepala sebagai jalur angkut, batu bara dibawa ke Balikpapan Coal Terminal.
Upaya perhatian dengan habitat pesut pun dilakukan. Misalnya melakukan laporan kajian bernomor 503/438/lingk/BPMMD-PTSP/III/2016 yang memuat 37 rekomendasi terdiri dari empat bagian. Seluruh rekomendasi harus dipenuhi agar PT Bara Tabang diizinkan melintasi habitat pesut Mahakam.