Rusia-Arab Saudi Perang Harga Minyak, Pelaku Bisnis Keder

- Selasa, 10 Maret 2020 | 12:17 WIB
Riyadh memutuskan untuk menurunkan harga komoditas yang diantarkan April sebanyak USD 6–8 (Rp 86 ribu–Rp 115 ribu) untuk wilayah Asia.
Riyadh memutuskan untuk menurunkan harga komoditas yang diantarkan April sebanyak USD 6–8 (Rp 86 ribu–Rp 115 ribu) untuk wilayah Asia.

RIYADH– Harga minyak bumi global yang terjun bebas Senin (9/3) membuat pelaku bisnis dan investor keder. Sebab, perselisihan dua raksasa migas dunia yang jadi penyebab penurunan harga masih jauh dari garis finis. Jika tak dicegah, krisis harga minyak mentah mencetak rekor terburuk dalam empat dekade terakhir.

CNN melansir, harga minyak di AS sempat turun 34 persen menjadi USD 27,34 (Rp 393 ribu) per barel. Sementara itu, minyak Brent yang biasa dijadikan tolok ukur internasional turun hingga 26 persen menjadi USD 33,49 (Rp 481 ribu) per barel. Meski nilainya perlahan membaik, harga minyak tak pernah menyentuh lagi angka USD 40 (Rp 575 ribu) per barel.

Sehari sebelumnya, harga minyak masih di atas angka USD 40 per barel. Namun, bursa berjangka dibuka dengan angka superrendah setelah Kerajaan Arab Saudi mengeluarkan kebijakan baru. Negara anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) itu memangkas harga jual minyak bumi mereka.

Riyadh memutuskan untuk menurunkan harga komoditas yang diantarkan April sebanyak USD 6–8 (Rp 86 ribu–Rp 115 ribu) untuk wilayah Asia. Harga untuk pengiriman ke AS juga dikurangi USD 7 (Rp 100 ribu). ’’Ini tandanya Arab Saudi siap memulai perang harga minyak bumi,’’ ungkap Matt Smith, direktur riset komoditas di ClipperData, kepada CNN.

Pakar mengatakan, Arab Saudi sedang bersikap nekat. Mereka ingin mengambil kembali gelar pemasok migas utama di bumi. Keputusan itu berasal dari pertemuan antara anggota OPEC dan negara produsen migas lainnya.

Awalnya, OPEC ingin kembali membatasi produksi dan penjualan minyak untuk mengatasi harga yang turun akibat virus korona. International Energy Agency (IEA) memaparkan bahwa permintaan bakal turun 1,1 juta barel per hari. Karena itu, anggota OPEC mengusulkan seluruh produsen mengurangi produksi 1,5 juta barel per hari.

Masalahnya, Rusia sebagai produsen minyak bumi di luar OPEC menolak ajakan tersebut. Menurut pakar, langkah Rusia merupakan strategi untuk menjegal produsen minyak shale dari AS. Selama ini, shale merupakan ancaman terbesar bagi produsen migas konvensional. Namun, produsen shale harus mempertahankan harga minyak untuk bisa meraup untung.

’’Sekarang pemain besar sedang bermain adu nyali. Tak ada yang tahu bagaimana akhir dari permainan ini,’’ ujar Helima Croft, kepala strategi komoditas global RBC Capital Markets, kepada Agence France-Presse.

Jika perang berlanjut, harga minyak bumi internasional bisa mencapai USD 20 (Rp 287 ribu) per barel. Hal tersebut bisa membuat keuangan negara produsen minyak serta bursa saham internasional amburadul. (bil/c7/dos)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X