Ruang terbuka hijau (RTH) menjadi “paru-paru” kota yang padat dengan segudang aktivitas. Selain jadi lumbung penekan karbon dioksida, keberadaan RTH jadi wadah rekreasi ekologis bagi warga.
SAMARINDA–Undang-undang membakukan setiap daerah wajib memiliki 30 persen dari luas wilayah untuk menjadi RTH. Baik publik atau privat yang dikelola partikelir.
Tugas mengakomodasi tersedianya RTH ada di dua instansi, Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). “Kami menambah dari segi pemakaman,” ucap Dadang Airlangga, kepala Disperkim Samarinda, beberapa waktu lalu.
Sejak 2019, dinas yang bermarkas di Jalan DI Panjaitan itu telah mengadakan penambahan 20 hektare areal pemakaman di Kota Tepian yang tersebar di tiga lokasi, yakni Jalan AW Sjahranie, Perum Citragriya, dan TPU Muslimin di Tanah Merah. Menurut Dadang, kebutuhan areal pemakaman masih cukup tinggi. Apalagi pemakaman umum yang tersedia sudah terbilang padat. Seperti TPU Muslimin di Jalan Abul Hasan.
Lewat beleid penataan ruang, keberadaan pemakaman dikategorikan sebagai RTH publik sehingga kebutuhan RTH di Samarinda mestinya sudah menyentuh angka 30 persen dari luas wilayah. “Karena selain pemakaman, ada hutan kota, median jalan, dan taman termasuk RTH,” sambungnya.
Menurut dia, penyediaan RTH sebesar 30 persen itu tersebar di berbagai lokasi. Sebut saja median jalan. Penempatan pohon di median berukuran 1–1,5 meter terpajang sepanjang ruas jalan utama se-Samarinda. “Untuk taman tahun ini DLH bakal bangun di Slamet Riyadi,” pungkasnya. (ryu/dns/k8)