Terlalu Dini Sebut Calon Kepala Badan IKN

- Senin, 9 Maret 2020 | 10:08 WIB
Presiden Joko Widodo saat meninjau lahan IKN beberapa waktu lalu.
Presiden Joko Widodo saat meninjau lahan IKN beberapa waktu lalu.

SAMARINDA-Belum juga undang-undang soal ibu kota negara (IKN) sah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merilis empat nama untuk jadi calon kepala Badan Otorita IKN. Hal itu menuai sorotan sejumlah pihak.

Nama-nama kandidat yang dirilis itu antara lain mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang sekarang jadi komisaris utama Pertamina. Lalu, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro, kemudian Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, dan terakhir, Direktur Utama Wijaya Karya (Wika) Tumiyana. Tak ada satu pun tokoh Kaltim yang masuk jajaran nama ini.

Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Herdiansyah Hamzah mengatakan, apa yang dilakukan presiden, bagai asap mendahului api. “Saya ingin masuk ke aspek yang paling fundamental terlebih dahulu. Mestinya soal IKN ini, regulasinya dulu yang dituntaskan, baru bicara soal teknis. Itu sepertinya asap mendahului api, logikanya terbalik. Entah apa yang membuat pemerintah pusat terburu-buru,” jelas lelaki yang akrab disapa Castro tersebut.

Dia pun menduga, langkah itu dilakukan demi membuka pintu lebar-lebar bagi investasi. Menurut dia, sekarang lebih baik fokus ke perdebatan rancangan undang-undang (RUU) yang menjadi dasar pijakan IKN. Soal teknis termasuk badan otorita, dilewati dahulu. "Tentu harapannya perdebatan RUU itu berlangsung terbuka dan partisipatif, terkhusus bagi warga Kaltim,” sambungnya.

Castro melanjutkan, soal badan otorita itu prosesnya bersifat spesifik. Jadi, mestinya turut melibatkan representasi orang Kaltim yang idealnya pasti paham dengan Kaltim beserta segala macam dinamikanya. “Jangan seperti memancing ikan, tapi yang dibawa cangkul. Namun, representasi orang Kaltim itu tidak boleh juga cenderung primordial,” imbuh dosen Fakultas Hukum Unmul itu.

Menurut pria yang juga alumnus Unmul itu mengatakan, sebaiknya orang Kaltim diambil dari salah satu perwakilan Kaltim di Senayan yaitu delapan orang di DPR dan empat orang di DPD. Itu akan jauh lebih efektif, terutama karena posisinya di Jakarta. Jadi, sekaligus bisa menjembatani pusat dan daerah dalam merumuskan kebijakan strategis soal IKN nantinya.

Dia menambahkan, warga Kaltim terlebih elite politiknya, masih bereuforia IKN sepertinya. Jadi, kesannya, partisipasi publik Kaltim berhenti setelah IKN diputuskan di provinsi ini. Setelah itu, cenderung pasif dan enggan mengambil inisiatif. “Memang benar soal IKN itu jadi kewenangan pusat. Tapi bukan berarti menutup ruang partisipasi publik di daerah,” tegasnya.

Hal senada diungkapkan Luthfi Wahyudi. Pria yang juga dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unmul itu menyebut, langkah Jokowi menyebut empat nama tersebut terlalu dini. Empat nama itu pun punya kontroversi masing-masing. Dia menyayangkan tak ada keterlibatan orang Kaltim dalam proses IKN. “Seharusnya, undang-undangnya didahulukan,” ucapnya.

Tetapi, terkait IKN ini, disebutnya pemerintah memang kerap melakukan langkah-langkah kontroversial. Seperti melakukan tarik ulur. Mulai saat pengumuman IKN dahulu, hingga kini soal kepala badan otorita. Langkah-langkah selanjutnya pun biasanya dengan klarifikasi.

Luthfi mengatakan, proses IKN itu tak melibatkan Kaltim. Misalnya, pada saat pembentukan Panitia Khusus (Pansus) IKN, awalnya tak ada nama satu orang pun dari Kaltim. Namun, ada dinamika dari masyarakat, sehingga seorang anggota pun diganti. Nama Budisatrio Djiwandono yang merupakan anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kaltim masuk pansus tersebut.

Tak ada nama dari Kaltim, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi pun menanggapi. Atas rilis dari presiden tersebut, pihaknya hanya bisa menerima. “Itu ‘kan hak prerogatif Presiden. Kita terima saja,” ucapnya.

Hadi hanya mengingatkan, yang terpilih nantinya harus tetap memerhatikan Kaltim. Antara lain, memerhatikan proyek-proyek yang terintegrasi dengan Kaltim. “Bangunan yang mereka bangun itu harus terintegrasi (dengan Kaltim). Supaya nanti (IKN baru) sama-sama berkembang dengan Kaltim,” ucapnya.

Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang mengatakan, dalam pembangunan IKN, masyarakat asli Kaltim tak dilibatkan. Penunjukan Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar) sebagai IKN pun tak melibatkan pendapat masyarakat setempat. “Tidak ada referendum atau meminta pendapat masyarakat secara langsung,” terangnya. (nyc/rom/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X