SAMARINDA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Timur menolak dan menuntut Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan untuk membatalkan revisi PermenLHK P. 106/2018. Permen tersebut mengeluarkan kayu ulin dan tumbuhan terancam lainnya dari tanaman yang dilindungi.
"Pemberlakuan PermenLHK No. 106/2018 dikhawatirkan membuka ruang bagi para pemburu kayu-kayu eksotis bernilai ekonomi tinggi untuk memperdagangkan secara masif, yang akhirnya menjadi tanda-tanda kehancuran keanekaragaman hayati dan bencana ekologi bagi keberlangsungan hutan," ujar Direktur WALHI Kaltim, Yohana Tiko, Kamis (5/3/2020).
Yohana mengatakan kayu ulin tumbuh secara alami di hutan alam dengan populasi terbatas, kayu ulin mesti dilindungi karena ekspoitasi besar-besaran kayu ini di Kalimantan akan menghilangkan identitas masyarakat adat dayak.
"Karena hubungan masyarakat adat dayak dengan ulin itu tidak dapat dipisahkan, kayu ulin dianggap sakral oleh masyarakat adat dayak," ujar Tiko. PermenLHK P. 106/2018 merupakan perubahan setelah diundangkannya Permen Nomor P. 20/2018 enam bulan lalu.
"Ini merupakan waktu yang singkat dan salah satu yang menjadi pertimbangannya adalah banyaknya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang menebang spesies kayu dilindungi terkendala dalam proses penataan hasil hutan," ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Tiko, keberpihakan pemerintah terhadap investasi tanpa memperhatikan kekayaan sumber daya alam hayati yang nyaris punah di Kalimantan terlihat dikeluarkannya Permen 106/2018.
"Karena dengan permen ini timbul permasalahan hukum ketika IUPHHK-HA menebang kayu dengan status dilindungi di areal kerja konsesinya sehingga pasokan bahan baku disektor hilir kendala atau tidak bisa dimanfaatkan oleh perusahaan," ujar Tiko.
Kayu ulin dan dan tumbuhan kayu endemik lainnya yang beralih status dilindungi menjadi tidak dilindungi berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) masuk dalam Red list dikategorikan sebagai spesies yang kritis, genting, dan rentan. (mym)