Pelaku Suap Proyek Itu Divonis Dua Tahun Penjara

- Rabu, 4 Maret 2020 | 12:20 WIB
Hartoyo berpamitan kepada istrinya usai sidang.
Hartoyo berpamitan kepada istrinya usai sidang.

SAMARINDA–Hartoyo tak bisa berkelit lagi. Pemilik PT Haris Tata Tahta (HTT) yang memenangkan lelang proyek preservasi jalan nasional di Kaltim, telah berkomplot agar bisa menang tender. Dia bersekutu dengan Andi Tejo Sukmono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Terlebih, fakta persidangan menegaskan, Hartoyo selaku terdakwa memberi uang, tiket pesawat, dan hotel dengan total Rp 9,4 miliar ke beberapa pejabat di lingkungan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan.

Dia pun divonis dua tahun pidana penjara ke Hartoyo oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Selasa (3/3). “Menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun ke terdakwa Hartoyo,” ucap Masykur, ketua majelis hakim membacakan putusan, kemarin. Dia didampingi dua hakim anggota, Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusumanta. Majelis hakim menilai, pertemuan Hartoyo dengan Andi Tejo sebelum lelang dimulai medio Mei 2018 itu memberi ruang munculnya praktik suap-menyuap dalam kasus ini.

Dalil terdakwa yang menilai pemberian itu terpaksa harus diberikan, agar pencairan pembayaran proyek per termin pun tak dapat dibenarkan. Karena ada tindakan aktif dari terdakwa. Mengingat fakta di persidangan menerangkan dengan jelas, jika Hartoyo ikut serta bersama Andi Tejo Sukmono dan Totok Hasto Wibowo (Kepala Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional/Kasatker PJN II Wilayah Kalimantan) bertolak ke Lampung.

Mereka bertemu Roberto Timpul Sipahutar (Koordinator Wilayah Kaltim, Kalbar, Kaltara Inspektorat Jendral Bina Marga KemenPUPR) dan Reno Ginto (Kasubdit Standar dan Pedoman Direktorat Bina Marga KemenPUPR) di Jakarta. “Selepas pertemuan itu terdakwa bahkan mengirim pesan ke staf keuangan PT HTT yang berisi, alhamdulillah dapat, Andi Tejo minta peluru,” kata Abdul Rahman Karim membaca amar putusan setebal 45 lembar itu.

Begitu pun dengan pesan dari Tri Bakti Mulyanto, Kasatker PJN II Kalimantan setelah Totok Hasto Wibowo, untuk memberi Kepala BPJN XII Balikpapan Refly Ruddy Tangkere sekitar 2 persen tidak ditolak. Terdakwa justru melobi agar pemberian itu menurun menjadi 1,5 persen dari nilai kontrak proyek preservasi SP3 Lempake–SP3 Sambera–Santan–Bontang–Sangatta senilai Rp 155 miliar. Preservasi itu terdiri dari proyek rekonstruksi jalan sepanjang 8,9 km dengan nilai Rp 120,9 miliar, pemeliharaan dan rehabilitasi jalan sepanjang 2 km senilai Rp 9,91 miliar, pemeliharaan rutin Jalan sepanjang 153,6 km sebesar Rp 23 miliar, pemeliharaan berkala jembatan sepanjang 126 meter sebesar Rp 766 juta, dan pemeliharaan jembatan sepanjang 222,1 meter senilai Rp 817 juta. Seluruh pekerjaan itu dikerjakan sejak 26 September 2018–31 Desember 2019 dengan tambahan setahun masa pemeliharaan.

Total, terdapat pemberian sebesar 2 persen ke Andi Tejo Sukmono beserta “administrasi” per bulan sebesar Rp 50 juta, ke Refly Ruddy Tangkere 1,5 persen, Warnadi, ketua kelompok kerja unit layanan pengadaan (Pokja ULP) sebesar 1 persen, dan 2 persen untuk Kepala Satker Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Totok Hasto Wibowo dan Tri Bakti Mulyanto. Semua ini bersumber dari pembukuan kas PT HTT yang menjadi bukti dalam kasus ini.

Selain vonis dua tahun pidana penjara, ada denda yang diberikan majelis hakim. Nilainya sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan pidana kurungan. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Dody Sukmono, Agung Satrio Wibowo, dan Wahyu Dwi Oktafianto selama 2,6 tahun pidana penjara. Ketika ditanya majelis akan putusan itu, tanpa tedeng aling-aling, Hartoyo menerima putusan tersebut. “Saya terima, pak,” ucapnya mengakhiri persidangan. Selepas sidang, JPU KPK Dody Sukmono mengaku puas dengan putusan tersebut tapi pihaknya perlu berkoordinasi dengan petinggi KPK ihwal putusan ini. “Makanya kami pikir-pikir,” akunya.

Hartoyo yang didampingi kuasa hukumnya, Suhardi Sumomulyono menegaskan, sejak awal dirinya memang sadar akan kesalahannya tersebut. Kendati begitu, menurut Suhardi, kliennya di sini tidak proaktif memberi. Semua itu murni karena permintaan beberapa pihak yang sudah mengemuka di persidangan. “Buat pembelajaran dan ikhlas saja, Mas. Berharap usaha jasa konstruksi saya masih bisa jalan,” sambung Hartoyo ke awak media ini.

Sementara itu, berkas dua orang penerima uang dari Hartoyo dari kasus ini sudah dilimpah KPK ke Pengadilan Tipikor Samarinda. Mereka, Andi Tejo Sukmono dan Refly Ruddy Tangkere bakal menjalani persidangan hari ini (4/3). Majelis hakim yang sama pun akan kembali memeriksa dan mengadili kedua terdakwa tersebut. (ryu/riz/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X