JELANG musyawarah daerah (musda) Golkar Kaltim, Isran Noor masih bungkam. Gubernur Kaltim itu digadang menjadi salah satu bakal calon nakhoda partai beringin di Bumi Etam. Walau begitu, dirinya masih tidak ingin mengomentari perihal kansnya memimpin Golkar.
Musda X DPD I Partai Golkar Kaltim dijadwalkan pada 2-4 Maret 2020 di Hotel Selyca Mulia, Samarinda. “Enggak tahu saya, baru dengar dari kamu nih,” kata Isran dengan wajah serius saat ditemui Kaltim Post di lobi Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Jumat (28/2).
Ditanya lebih lanjut, pria kelahiran Sangkulirang, Kutai Timur, 20 September 1957 itu masih terus bungkam. Hingga kemudian dia terlihat bertemu Dahri Yasin, anggota Dewan Pertimbangan DPD I Golkar Kaltim di lobi Hotel Gran Senyiur.
Mereka juga sempat terlihat berbincang singkat. Saat dikonfirmasi mengenai isu yang santer mengaitkan Isran Noor sebagai bakal calon ketua Golkar Kaltim, Dahri mengatakan, hal tersebut merupakan wacana beberapa pengurus. Tanpa memerinci pengurus mana yang dimaksud. Namun, terang dia, belum mendapat respons resmi dari Isran Noor. “Beliau sebagai orang nonpartai menyerahkan sepenuhnya kepada Golkar,” kata dia.
Mantan anggota DPRD Kaltim periode 2014-2019 itu melanjutkan, dirinya belum melihat gambaran pola pemilihan calon ketua Golkar Kaltim pada musda nanti. Sebab, ada beberapa pihak yang ingin maju dalam bursa calon ketua.
Selain Isran Noor yang gencar diisukan, nama lainnya adalah Ketua Harian Golkar Kaltim Makmur HAPK, yang juga ketua DPRD Kaltim. Selain itu, adalah anggota DPR RI dapil Kaltim Rudy Mas’ud. Selain Isran, kedua tokoh tersebut merupakan kader Partai Golkar.
“Siapa pun bisa mencalonkan diri dalam musda nanti. Namun, yang menjadi persoalan adalah dukungannya bagaimana. Ada 16 suara yang diperebutkan,” katanya.
Walau tergabung sebagai anggota Dewan Pertimbangan Golkar Kaltim, yang memiliki satu suara dalam musda nanti, Dahri pun belum bisa menyampaikan siapa tokoh yang dijagokan. Mengingat sifatnya kolektif kolegial. Sehingga peluang pemilihan calon ketua menggunakan voting masih terbuka walau mereka menginginkan pemilihan nanti dilakukan secara aklamasi. Untuk menghindari perpecahan di antara kader seperti musda sebelumnya.
“Perpecahan ketika musda itu bisa terjadi jika digiring kepada kepentingan pribadi. Saya kira kader-kader ini memahami posisi masing-masing. Mau aklamasi maupun voting,” tandas Dahri. (kip/dwi/k16)