Alasan Mau Mencermati Dulu, DPR Endapkan RUU Cipta Kerja

- Sabtu, 29 Februari 2020 | 09:53 WIB
Puan M
Puan M

JAKARTA– Meski sudah menerima draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dari pemerintah, sejauh ini DPR belum melakukan pembahasan. Draf belum didistribusikan ke komisi-komisi. Bahkan DPR juga belum menetapkan mekanisme pembahasan. Apakah melalui badan legislasi (baleg) atau panitia khusus (pansus).

Ketua DPR Puan Maharani menjelaskan, DPR masih perlu memcermati kembali isi draf RUU tersebut. Alasannya agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. ’’Konsep omnibus law ini kan sesuatu yang baru. Kita masih endapkan untuk dicermati dulu,” kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (28/2).

Politikus PDIP itu juga memastikan bahwa DPR tidak mungkin membahas RUU Ciptaker pada masa sidang ke-2. Sebab mulai kemarin DPR sudah memasuki masa reses hingga 22 Maret nanti. Sehingga proses pembahasan ditarget pada masa sidang berikutnya

Pihaknya pun tidak ingin terburu-buru dalam melakukan pembahasan. Menurutnya, perlu sosialisasi terlebih dahulu ke sejumlah stakeholder. Termasuk ke serikat pekerja atau buruh. Sebab regulasi tersebut banyak menyentuh unsur ketenagakerjaan. Sosialisasi dan dialog sangat perlu agar tidak menimbulkan kegaduhan. ”Jangan sampai timbul salah prasangka ke DPR dan pemerintah,” imbuhnya.

Terkait target Presiden Joko Widodo agar RUU Ciptaker dibahas dalam seratus hari kerja, Puan mengaku tidak bisa menjamin. Menurutnya, percuma pembahasan dipercepat jika menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Apalagi jika regulasi yang dihasilkan malah menimbulkan dampak buruk bagi publik.

’’Mau lebih cepat dari seratus hari pun kita bisa. Tapi yang harus diperhatikan adalah efek ke publik. Regulasi ini bermanfaat nggak buat masyarakat,” imbuh politikus PDI Perjuangan itu.

Sementara itu, pemerintah bersikukuh agar RUU omnibus law menjadi super prioritas dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2020. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly berharap DPR bisa mempercapat pembahasan. ’’Pokoknya omnibus law menjadi prioritas utama,” kata Yasonna.

Terkait mekanisme pembahasan, Yasonna menyerahkan ke DPR. Apakah melalui baleg atau dalam bentuk pansus agar pembahasan bisa dilakukan oleh lintas komisi. Terkait dengan maraknya penolakan RUU Ciptaker, Yasonna mengklaim fenomena tersebut sebagai sesuatu yang wajar. ’’Itu (penolakan, Red) wajar saja. Karena belum semua konteksnya dilihat oleh mereka,” dalihnya.

 

 

Koalisi Besar Bukan Jaminan

Koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf yang menguasai 60 persen lebih kursi parlemen tidak menjamin mulusnya pembahasan omnibus law. Selain penentangan kelompok parpol luar pemerintah, tekanan juga datang dari para serikat pekerja. Kemarin, misalnya. Serikat pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) meminta pemerintah dan DPR hati-hati membahas RUU Ciptaker.

Presidium MPBI Andi Gani Nena Wea mengingatkan DPR untuk mengambil pelajaran dari pembahasan RUU kontroversial di ujung periode 2019 lalu. Seperti RUU KUHP dan revisi UU KPK. Omnibus law RUU Cipataker, ujar dia, juga berpotensi menimbulkan kegaduhan besar. Terutama penolakan dari kalangam buruh. ’’Hati-hati. Ini akan jadi aksi nasional yang meluas,” kata Andi Gani.

Pihaknya berharap, pemerintah dan DPR bisa menghindari kegaduhan. Caranya dengan membuka ruang dialog yang seluas-luasnya. Buruh ingin agar sejumlah pasal ketenagakerjaan yang merugikan pekerja bisa dibatalkan. ’’Niat baik kami mudah-mudahan didengar oleh pemeirntah,” kata Komisaris Utama PT PP (Persero) Tbk itu.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB
X