Terlahir dengan kondisi fisik tak sempurna tak mematahkan asa Faisal Rusdi. Penderita cerebral palsy sejak berusia 6 bulan itu tahu harus punya kemampuan untuk hidup mandiri. Jatuh cinta pada dunia lukis, Faisal sudah terdaftar sebagai anggota Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA) 18 kali berturut-turut.
DIMAS NUR APRIYANTO, Bandung, Jawa Pos
BEL elektrik portabel itu tergeletak di ruang tamu rumah Faisal, daerah Sukapura, Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat. Bel itu digunakan saat pria 45 tahun tersebut membutuhkan bantuan. ’’Dipencet buat memanggil pendamping saya, Kurnia Solihin,’’ kata Faisal.
Faisal tinggal di rumah itu bersama sang istri, Cucu Saidah, dan pendampingnya yang selalu siaga menemani. Saat wawancara, Cucu sedang berada di Palu, Sulawesi Tengah. Faisal mengungkapkan, Cucu memang supersibuk. Dia bekerja di bidang advokasi untuk penyandang disabilitas. ’’Di Palu, Bu Cucu meninjau lokasi pascagempa dan tsunami. Apakah fasilitas publiknya untuk penyandang disabilitas sudah dibangun kembali,’’ terangnya.
Cucu dan Faisal sama-sama penyandang disabilitas. Namun, Cucu yang mengalami kelainan fisik bawaan sejak lahir masih bisa berjalan. Sementara Faisal yang terkena cerebral palsy lumpuh total.
Untuk berpindah tempat, selain dengan kursi roda, Faisal menggunakan perut. Dia tengkurap, kemudian menggeliat dan menggeserkan perut menuju titik tujuan.
Anak sulung lima bersaudara itu mulai merasa berbeda dengan anak-anak pada umumnya ketika berusia 5 tahun. ’’Saya kok nggak bisa jalan. Apalagi, adik sudah TK. Sering nganter ke sekolah. Kok, abis nganter pulang lagi,’’ ungkapnya.
Beberapa kali orang tua membawa Faisal berobat. Bermacam cara dilakoni, termasuk pengobatan alternatif. Faisal pernah dimandikan dengan kembang tujuh rupa. Pernah juga dipijatkan sampai ke pelosok kota.
Orang tua juga membawa Faisal ke yayasan pendidikan anak cacat (YPAC) untuk menjalani rehabilitasi medis. Setelah selesai terapi, dia biasanya lelah dan lemas. Kedua kakinya sakit jika disentuh. Terapis bilang, Faisal punya peluang sembuh jika berobat teratur.
Beberapa kali Faisal down. Yaitu saat ada yang bilang masa depannya akan suram jika terapi tak berhasil. Begitu pula pandangan sejumlah anggota keluarga. ’’Mereka mengkhawatirkan masa depan saya. Ada yang bilang, ’Kalau orang-orang sekitar saya meninggal, nasib kamu gimana?’’’ terangnya.
Pada usia 9 tahun, Faisal masuk Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) D di YPAC. Terapi tetap berjalan. Saat ada jam kosong di kelas, dia datang ke salah satu ruangan di sekolah untuk menjalani terapi. Lulus dari SDLB, Faisal lanjut ke kejuruan pertama. Tetap di YPAC. Sebetulnya, dia ingin masuk ke sekolah menengah pertama umum. Namun, rasa percaya dirinya belum kuat.
Pendidikan kejuruan pertama berakhir saat usianya 16 tahun. Faisal memilih untuk tidak lagi melanjutkan pendidikan ke kejuruan kedua. ’’Saya merasa nggak berkembang. Saya bilang ke orang tua mau masuk sanggar lukis,’’ tuturnya.