Lelang Proyek Kerap Jadi “Arisan”

- Rabu, 26 Februari 2020 | 14:02 WIB

BALIKPAPAN – Setelah adanya sistem pengadaan secara elektronik (SPSE), persekongkolan dalam pelaksanaan tender pemerintah cenderung mengarah pada pidana korupsi. Sebagian uang bakal masuk ke kantong oknum pejabat pemerintah yang mengakibatkan kerugian negara.

Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah V Kalimantan M Hendry Setyawan menjelaskan, ada dua kejahatan yang bisa terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa (PBJ). Yakni yang tidak bersifat pidana, yaitu kolusi dan nepotisme. Dan yang bersifat pidana, yaitu korupsi. Keduanya memiliki penanganan dan penyelesaian hukum yang berbeda. “Yang tidak bersifat pidana ini seperti ‘arisan’ tender antara peserta lelang. Yang kami sebut persekongkolan horizontal,” ujarnya, kemarin (25/2).

Dalam kondisi itu, biasanya jarang ditemukan bukti kerugian negara. Karena “arisan” biasanya tidak melibatkan pejabat pemerintah atau panitia lelang. Sehingga aparat penegak hukum, dari jaksa, kepolisian hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sulit membuktikannya.

Kalaupun penegak hukum bisa masuk, kata dia, hanya ketika ada tindak pidana jika pekerjaan yang dikerjakan tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak. “Tapi di situ (kejahatan tidak bersifat pidana) KPPU sudah bisa masuk,” sebutnya.

Kata dia, persekongkolan horizontal biasanya bermuara pada persekongkolan vertikal. Karena untuk memuluskan rencana memenangkan tender, maka penyedia yang disiapkan untuk menang harus menggandeng pihak pemerintah. Bisa di tingkat pengguna anggaran (PA), panitia lelang, atau yang bisa memengaruhi keputusan lelang. “Di sini akan kental sekali unsur korupsi atau kriminalnya,” katanya.

Namun, ujar dia, KPPU sesuai fungsinya tak memiliki kewajiban secara aktif jika menemukan indikasi korupsi. Proses hukum terhadap oknum pejabat diserahkan kepada aparat yang punya kewenangan. Karena wilayah KPPU hanya sampai kepada pelaku usaha. “Tapi biasanya penegak hukum ‘belanja’ ke KPPU. Melihat setiap amar putusan untuk menemukan informasi awal indikasi tindak pidana korupsinya,”

Bagi KPPU, yang paling mudah untuk mengendus indikasi adanya pengaturan dalam PBJ adalah masuknya laporan. Karena untuk menginisiasi penyelidikan awal indikasi pengaturan tender sulit dilakukan. Itu karena luasnya wilayah, dan banyaknya paket lelang yang dikeluarkan pemerintah.

“Seperti kami ini membawahi lima provinsi, dan ada 61 kabupaten/kota se-Kalimantan. Masing-masing provinsi punya LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) sendiri,” ujarnya.

Karena itu bagi KPPU, laporan ini penting. Dan laporan yang masuk harus memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (lihat grafis). “Jika tak memenuhi ketentuan, maka laporannya gugur,” jelasnya.

Kata dia, sebaiknya laporan dibuat setelah ada pemenang lelang. Artinya telah terjadi tanda tangan kontrak pekerjaan yang ikut ditandatangani pejabat pembuat komitmen (PPK). Itu penting, karena menjadi pembuktian adanya persekongkolan. Meskipun dia sadar, kondisi ini banyak dikeluhkan pengusaha, namun ini merupakan syarat pengenaan pasal terjadinya persekongkolan. “Persekongkolan bisa disebut efektif jika ada pemenang,” sebutnya.

Indikasi persekongkolan dalam PJB bermuara pada dugaan keterlibatan oknum di pihak pemerintah. Karena setelah adanya SPSE, kecil potensi pengaturan tender dilakukan secara horizontal, atau antara peserta lelang.

“Celahnya di personal. Pun tak ada pengawasan yang dilakukan pokja (kelompok kerja) dalam memilih calon pemenang lelang,” ungkap Tedjo (nama samaran), sumber Kaltim Post di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Punya pengalaman terlibat di Pokja Badan Layanan Pengadaan (BLP), dia tahu seluk-beluk potensi kecurangan bisa terjadi. Celah di mana oknum di dalam pokja bisa membantu peserta tender bisa menjadi pemenang lelang. Salah satunya “tutup mata” jika ada dokumen yang dipalsukan atau tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

“Dalam syarat kualifikasi harusnya ada pengecekan. Dokumennya asli atau tidak. Sesuai tidak syarat teknisnya yang ada di atas kertas dengan di lapangan. Ini biasanya dilewatkan,” ujarnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X