Saat Siswa Terseret Arus, Tiga Pembina Pramuka Justru Tidak di Lokasi

- Rabu, 26 Februari 2020 | 14:00 WIB
Dari depan, Isfan Yoppy Andrian, Danang Dewo Subroto, dan Riyanto, tersangka kelalaian dalam kecelakaan susur Sungai Sempor, di Mapolres Sleman, DI Jogjakarta, Selasa (25/2). manajemen risiko para tersangka dalam kegiatan susur sungai terbilang sangat minim. Tidak melihat kondisi alam serta menyiapkan alat penunjang keselamatan bagi para siswa. (Elang Kharisma Dewangga/Jawa Pos Radar Jogja)  Dari depan, Isfan Yoppy Andrian, Danang Dewo Subroto, dan Riyanto, tersangka kelalaian dalam kecelakaan susur Sungai Sempor, di Mapolres Sleman, DI Jogjakarta, Selasa (25/2).
Dari depan, Isfan Yoppy Andrian, Danang Dewo Subroto, dan Riyanto, tersangka kelalaian dalam kecelakaan susur Sungai Sempor, di Mapolres Sleman, DI Jogjakarta, Selasa (25/2). manajemen risiko para tersangka dalam kegiatan susur sungai terbilang sangat minim. Tidak melihat kondisi alam serta menyiapkan alat penunjang keselamatan bagi para siswa. (Elang Kharisma Dewangga/Jawa Pos Radar Jogja) Dari depan, Isfan Yoppy Andrian, Danang Dewo Subroto, dan Riyanto, tersangka kelalaian dalam kecelakaan susur Sungai Sempor, di Mapolres Sleman, DI Jogjakarta, Selasa (25/2).

SLEMAN- Tersangka tragedi susur Sungai Sempor Isfan Yoppy Andrian (IYA), 36, menangis saat digelandang di Mapolres Sleman, (25/2). Salah satu pembina pramuka yang bertanggung jawab atas meninggalnya 10 siswi SMPN 1 Turi itu meneteskan air mata saat menyampaikan permohonan maaf kepada pihak yang merasa dirugikan karena kelalaiannya.

Sebagaimana diketahui, Isfan yang juga guru olagaraga di sekolah itu dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab karena sempat meninggalkan 249 murid saat kegiatan susur sungai itu berujung maut, Jumat (25/2). Dia mengaku bersalah atas kelalaiannya, serta memohon maaf kepada seluruh pihak, termasuk keluarga korban meninggal.

“Pertama-tama saya meminta maaf kepada instansi kami SMPN 1 Turi, kemudian juga keluarga korban yang meninggal. Kami sangat menyesal dan berharap keluarga korban bisa memaafkan kesalahan kami. Apa pun keputusannya nanti, ini sebagai risiko dan tetap akan kami terima,” ujarnya Isfan sambil terisak.

Isfan mengakui, pada saat itu dia memang tidak berada di lokasi ketika ratusan murid sedang melakukan kegiatan susur sungai. Sebab, dia sedang ada urusan pribadi untuk mentranfser sejumlah uang. Dia melepas siswanya saat mulai susur sungai, lalu pergi untuk transfer, dan kembali saat diberi tahu banyak peserta hanyut terseret banjir.

Dia pun tak memperkirakan arus deras akan menerjang Sungai Sempor kala itu. Isfan menganggap kondisi sungai cukup bersahabat untuk melakukan kegiatan susur sungai. “Pada saat itu saya lihat cuacanya tidak seperti saat kejadian. Saya juga lihat arus sungai sedang landai, sehingga saya yakin saja,” ucapnya.

Selain itu, dia juga menyatakan bahwa kegiatan susur sungai merupakan kegiatan rutin yang biasa dilaksanakan pihaknya, sehingga dirasa memiliki risiko cukup kecil. Namun naas, akibat kelalaiannya ratusan murid SMP N 1 Turi hanyut terbawa arus Sungai Sempor secara tiba-tiba, 10 siswi di antaranya tewas dan 23 lainnya terluka.

Selain IYA, polisi juga menahan dua tersangka lain yang tidak mendampingi para murid ketika kegiatan susur sungai. Yakni Danang Dewo Subroto (DDS), 58, yang pada saat itu hanya menunggu di garis finish serta Riyanto, 58, yang hanya berada di sekolah.

Dari penuturan tersangka Riyanto, dia pada saat itu memang ditugaskan untuk menjaga barang di SMPN 1 Turi. Sehingga, pelaku yang dua tahun mendatang akan pensiun ini tidak mendampingi para murid dalam kegiatan susur sungai. “Saya saat itu memang piket menunggu barang dan menunggu siswa-siswi pulang,” kata pria yang juga guru seni budaya ini.

Waka Polres Sleman Kompol M. Kasim Akbar Bantilan mengatakan, ketiganya dijerat dengan Pasal 359 dan 360 tentang kelalaian sehingga mengakibatkan korban jiwa dan terluka. Para tersangka diancam hukuman penjara makimal lima tahun serta denda.

Dikatakan, ketiga tersangka ini terbukti sebagai orang yang punya ide untuk menggelar kegiatan susur sungai. Mereka juga dianggap memiliki sertifikasi Kursus Mahir Dasar (KMD) kepramukaan, namun justru meninggalkan tanggungjawabnya.

Perwira menengah dengan satu melati ini juga menyebut, manajemen risiko para tersangka dalam kegiatan susur sungai terbilang sangat minim. Tidak melihat kondisi alam serta menyiapkan alat penunjang keselamatan bagi para siswa.

“Selain itu jumlah pembina juga sangat minim. Bisa dibayangkan 249 siswa hanya dijaga empat orang dewasa. Apalagi keempat pembina itu tidak memiliki sertifikat KMD,” katanya.

Kasatreskrim AKP Rudy Prabowo menambahkan, IYA adalah orang yang mempunyai inisiatif kegiatan susur sungai. Dia pun menyatakan bahwa kegiatan tersebut direncanakan secara mendadak, serta tidak memikirkan aspek keselamatan.

Ada pun izin kegiatan pramuka pada saat itu, juga hanya berdasar pada keputusan pengisi jabatan kepala sekolah lama yang terbit 29 Desember 2019. “Kegiatan susur sungai merupakan improvasi dari IYA yang hanya disampaikan melelaui WA group pada Kamis malam (20/2). Tanpa memikirkan persiapan dan alat penunjang keselamatan,” ungkapnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X