Microsleep Sama dengan Bertaruh Nyawa

- Minggu, 23 Februari 2020 | 10:05 WIB
ilustrasi
ilustrasi

MENGEMUDIKAN kendaraan dengan jarak yang cukup jauh perlu tenaga ekstra. Namun, ketika lelah sudah melanda, satu-satunya jalan adalah berhenti sejenak dan istirahat beberapa saat.

Microsleep bisa terjadi pada siapa saja. Seperti yang dijelaskan dr Arysia Andhina. Dokter yang juga merupakan Humas RSUD AW Sjahranie itu menyebut, kelelahan dan kejenuhan menjadi faktor utama terjadinya microsleep.

“Harus diketahui, microsleep itu tingkat fatality-nya cukup bahaya. Jika terjadi, nyawa taruhannya,” ujar dokter penyuka drama Korea itu.

Salah satu yang melatarbelakangi adalah kurangnya istirahat (tidur). “Itu bahayanya mengemudi dengan kondisi tak prima. Microsleep bisa terjadi kapan saja,” ungkapnya.

Microsleep adalah tertidur tiba-tiba dengan rentan waktu yang singkat. “Paling lama sekitar 1 menit. Dan ada yang singkat, sekitar 10–30 detik,” sambung dokter yang akrab dengan panggilan Sisi itu.

Diungkapkan Sisi, dia sering mengalami microsleep. Pasalnya, jarak rumah dan tempatnya bertugas cukup jauh. Sisi bermukim di Sangasanga, sementara pengabdiannya sebagai dokter di RSUD AW Sjahranie. “Hampir setiap hari saya bolak-balik. Tadi (kemarin) saja kejadian,” ungkapnya saat diwawancarai harian ini, Kamis (20/2).

Microsleep terjadi lantaran kelelahan yang sudah tak tertahankan. Untuk menguranginya, pengendara yang biasa bepergian jarak jauh, harus memerhatikan waktu istirahatnya. “Kemampuan konsentrasi, kewaspadaan, dan respons sudah turun,” tambahnya.

Gejala mengantuk paling umum, menurut Sisi, adalah menguap, dan mata berair. Faktor kelelahan saat berkendara itu bisa dilihat saat kepala sudah bersandar. Berkendara dalam kondisi mengantuk lebih berbahaya dibandingkan berada di bawah pengaruh alkohol (mabuk).

Sisi mengatakan, ada beberapa hal yang penting dilakukan untuk mencegah microsleep. “Obatnya, ya, sudah pasti tidur. Menepikan kendaraan, kemudian tidur sekitar 15–30 menit,” tuturnya.

Jika berkendara jarak jauh, lanjut dia, seminggu sebelumnya harus cukup tidur sekitar 7–9 jam setiap malam. “Menghentikan kendaraan dan meregangkan otot-otot (stretching), setelahnya lanjutkan perjalanan,” tutupnya.

Terkait kecelakaan yang menimpa Toyota Avanza KT 1539 KP yang dikemudikan Puji Syukur (41) di Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam), Sisi menuturkan, sopir diduga kuat mengalami microsleep. Di luar dari faktor teknis kendaraan dan kontur jalan, tubuh adalah yang harus utama diperhatikan.

Belum juga ditetapkan tarifnya, kecelakaan kembali terjadi di Tol Balsam. Dari data Jasa Marga Tollroad Operation (JMTO) Balsam, sejak dibuka hingga Rabu (19/2), sudah ada delapan kecelakaan. Umumnya disebabkan kelalaian pengemudi.

Dikatakan Dewan Penasihat Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) Kaltim Haryoto, pada dasarnya, konstruksi jalan di jalan tol tersebut sudah tak bermasalah. Namun, masyarakat belum terbiasa dengan jalan tol. Sebab, selama ini masyarakat Kaltim terbiasa dengan jalan yang berkelok, hingga naik-turun tanjakan. “Terlalu nyaman dan lapang, jadi belum terbiasa,” kata Haryoto.

Maka dari itu, masyarakat diharapkan bisa mematuhi imbauan seperti batas kecepatan maksimal 80 kilometer per jam. Di sisi lain, selalu beristirahat kalau sudah mengantuk atau kelelahan. Namun, tidak boleh asal menepi di pinggir jalan tol, karena bisa berbahaya. Maka, upayakan agar selalu terjaga.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Puasa Pertama Tanpa Virgion

Minggu, 17 Maret 2024 | 20:29 WIB

Badarawuhi Bakal Melanglang Buana ke Amerika

Sabtu, 16 Maret 2024 | 12:02 WIB
X