Pemerintah Klaim Omnibus Law Lebih Melindungi Pekerja

- Jumat, 21 Februari 2020 | 15:00 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja mengubah aturan pesangon bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemerintah berdalih, itu dilakukan lantaran rendahnya tingkat kepatuhan perusahaan untuk membayar pesangon pekerja yang di-PHK. Meski begitu, buruh tetap menolak rancangan ketentuan baru tersebut.

Dalam pasal 156 RUU Ciptaker disebutkan, komponen perhitungan pesangon bagi pekerja yang mengalami PHK berbeda dengan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan di pasal yang sama. Dalam RUU Ciptaker, hanya dua komponen yang digunakan sebagai dasar perhitungan. Yaitu, pesangon dan uang penghargaan masa kerja buruh. Sementara itu, di UU 13/2003, komponen perhitungan kompensasi PHK mencakup uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti.

Namun, merujuk data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), pada 2019 terdapat sekitar 536 persetujuan bersama (PB) pemutusan hubungan kerja. Dari jumlah itu, yang memenuhi pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan UU 13/2003 hanya sekitar 147 persetujuan bersama atau sekitar 27 persen. Sisanya, 389 persetujuan bersama (73 persen), tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai dengan UU Ketenagakerjaan tersebut.

Data itu sejalan dengan laporan World Bank yang mengutip data Sakernas BPS 2018. Berdasar laporan pekerja, 66 persen pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon, 27 persen pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima sesuai UU 13/2003, dan hanya 7 persen pekerja yang menerima pesangon sesuai dengan ketentuan.

”Data kami menunjukkan tingkat kepatuhan perusahaan rendah. Karena perusahaan tidak mampu membayar pesangon,” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah ditemui di sela-sela sosialisasi RUU Ciptaker di Jakarta kemarin (20/2).

Karena itu, kata dia, perlu ada solusi dari masalah tersebut. Ida menyebutkan, RUU Ciptaker bakal memberikan kepastian bagi pekerja untuk perlindungan pesangon. Selain itu, ada manfaat baru yang akan diberikan kepada mereka yang terkena PHK. Yakni, jaminan kehilangan pekerjaan berupa pemberian cash benefit uang saku, pelatihan vokasi, dan akses penempatan. ”Ini yang tidak ada di UU lama. Ini salah satu bentuk perlindungan yang baru di UU Cipta Kerja,” tegasnya.

Karena itu, bukan hanya UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimasukkan draf RUU Ciptaker yang bersifat omnibus law. Tapi, ada juga UU tentang BPJS dan SJSN. ”Kami memang ingin memperluas lapangan kerja buat yang menganggur. Tapi, jangan salah, UU ini juga berusaha semaksimal mungkin memberikan perlindungan kepada teman-teman yang sedang eksis bekerja,” terang dia.

Perlindungan itu berlaku pula bagi pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Diakui, RUU Ciptaker memang tidak akan mengatur bisnis prosesnya. Namun, waktu kerja PKWT dengan waktu tertentu akan diatur pemerintah. Kemudian, akan ada perlindungan apabila sudah bekerja 12 bulan berupa kompensasi satu bulan gaji. PKWT juga akan mendapatkan jaminan keselamatan, jaminan kematian, dan jaminan kecelakaan kerja.

Masalahnya, kelompok buruh menilai hilangnya kejelasan soal lama masa kontrak di pasal 59 UU 13/2003 bisa memberikan celah bagi pengusaha nakal. Mereka bisa saja ogah-ogahan mengangkat pekerja menjadi pegawai tetap. Risikonya, pesangon bisa melayang ketika terjadi PHK. Sebab, pesangon hanya diberikan kepada pegawai tetap.

Merespons hal itu, Menaker menegaskan bahwa sesuai dengan esensinya, PKWT untuk pekerjaan tertentu dan waktu tertentu. Dengan demikian, tidak akan bebas diberikan kelonggaran untuk bisa memberikan kontrak dalam waktu sangat lama. ”Pengusaha dan pekerja mempunyai pilihan setelah waktu tertentunya habis, apakah mau meneruskan atau tidak. Punya pilihan,” katanya.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Haiyani Rumondang meminta masyarakat tidak menduga-duga soal kemungkinan perusahaan nakal. Menurut dia, bisnis itu akan terjadi sesuai dengan pasar.

”Dan, jangan samakan dengan outsourcing ya. Ini beda,” tegasnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo angkat bicara soal sorotan terhadap RUU Cipta Kerja yang akan menjadi omnibus law. Menurut dia, saat ini masih dimungkinkan untuk memberikan masukan perbaikan terhadap isi RUU tersebut. (mia/dee/byu/c10/fal)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

THR-Gaji Ke-13 Cair Penuh, Sesuai Skema Kenaikan

Minggu, 17 Maret 2024 | 07:45 WIB

Ini Dia Desa Terindah nan Memesona di Jawa Tengah

Sabtu, 16 Maret 2024 | 10:25 WIB
X