Di RUU CLK, Pesangon Masih Jadi Perdebatan

- Jumat, 21 Februari 2020 | 14:55 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA– Pesangon dan upah minimum  (UP) masih jadi perdebatan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja (CLK) klaster ketenagakerjaan. Buruh jelas menolak karena kahwatir terjadi penurunan. Sementara pemerintah masih kekeuh bakal tetap melindungi hak-hak buruh.

Dalam pasal 156 RUU CLK, komponen perhitungan pesangon bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) jelas berbeda dengan UU 13/2003 di pasal yang sama. Dalam RUU CLK, hanya dua komponen yang nantinya digunakan sebagai dasar perhitungan, yaitu pesangon dan uang penghargaan masa kerja buruh. Sementara di UU 13/2003, komponen perhitungan kompensasi PHK mencakup uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti.

Tapi, perlu diingat bahwa masih jarang perusahaan yang patuh akan pemenuhan tersebut. Merujuk data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada tahun 2019, dari sekitar 536 persetujuan bersama (PB) pemutusan hubungan kerja, yang memenuhi pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan UU 13/2003, hanya sekitar 147 persetujuan bersama atau sekitar 27 persen. Sedangkan sisanya, sebanyak 384 persetujuan bersama atau sekitar 73 persen tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai dengan UU Ketenagakerjaan tersebut.

Data ini sejalan dengan laporan World Bank yang mengutip data Sakernas BPS 2018, dimana berdasarkan laporan pekerja sebanyak 66 persen pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon, 27 persen pekerja menerima pesangon dari yang seharusnya diterima sesuai UU 13/2003 dan hanya 7 persen pekerja yang menerima pesangon sesuai dengan ketentuan UU 13/2003.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah sendiri mengaku jika di UU 13/2003 pesangon cukup tinggi. Institute for Development Economic and Finance (INDEF) menyatakan, bahwa peraturan tenaga kerja di Indonesia masih terlalu rigid, sehingga membuat para investor kurang tertarik untuk menanamkan modal pada industri padat karya. Salah satu poin yang mendapat evaluasi adalah tingginya pesangon di Indonesia yang mencapai 24 bulan atau jauh lebih lama dibandingkan Vietnam yang hanya 7 bulan.

”Data kami menunjukan tingkat kepatuhan perusahaan rendah, karena perusahaan tidak mampu membayar pesangon,” ujarnya ditemui di sela acara sosialiasi RUU CLK di Jakarta, kemarin (20/2).

Karena itu, perlu ada solusi dari masalah tersebut. Ida menyebut, RUU CLK bakal memberikan kepastian bagi pekerja untuk perlindungan pesangon. Selain itu, ada manfaat baru yang akan diberikan pada mereka yang terkena PHK. Yakni, jaminan kehilangan pekerjaan berupa pemberian cash benefit uang saku, pelatihan vokasi, dan akses penempatan. ”Ini yang tidak ada di UU lama.  Ini salah satu bentuk perlindungan yang baru di UU Cipta Kerja,” tegasnya. Oleh sebab itu, tak hanya UU 13/2003 yang dimasukkan dalam draft RUU CLK. Tapi juga UU tentang BPJS dan SJSN.

”Kami memang ingin memperluas lapangan kerja buat yang menganggur. Tapi jangan salah, UU ini juga berusaha semaksimal mungkin memberikan perlindungan kepada teman-teman yang sedang eksis bekerja,” sambungnya.

Perlindungan ini berlaku pula bagi pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Diakuinya, RUU CLK memang tidak akan mengatur bisnis prosesnya. Namun, waktu kerja pkwt dengan waktu tertentu akan diatur pemerintah. Kemudian, akan ada perlindungan apabila sudah bekerja 12 bulan berupa kompensasi satu bulan gaji. PKWT juga akan mendapatkan jaminan keselamatan, jaminan kematian, dan jaminan kecelakaan kerja nanti.

Masalahnya, hilangnya kejelasan soal lama masa kontrak di pasal 59 UU 13/2003 yang dihapus juga bisa memberikan cela bagi pengusaha nakal. Mereka bisa saja ogah-ogahan mengangkat pekerja menjadi pegawai tetap. Risikonya, pesangon bisa melayang ketika terjadi PHK. Karena pesangon hanya diberikan bagi pegawai tetap. Bisa juga dibuat perjanjian kerja tak lebih dari satu tahun. artinya, kompensasi pun hanya bualan belaka.

Merespon hal ini, Menaker menegaskan, bahwa sesuai dengan esensinya, PKWT untuk pekerjaan tertentu dan waktu tertentu. Sehingga, tidak akan bebas diberikan kelonggaran bisa memberikan kontrak dalam wkatu sangat lama. ”Pengusaha dan pekerja mempunyai pilihan setelah waktu tertentunya habis apakah mau meneruskan atau tidak. Punya pilihan,” katanya. Pengusaha pun tidak bisa asal, karena jika menerus PHK dan melakukan rekrutmen, mereka harus berhitung untuk mengeluarkan kompensasi setiap tahunnya.

Ditemui dalam  kesempatan yang sama, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Haiyani Rumondang meminta agar masyarakat tak menduga-duga soal kemungkinan perusahaan nakal. Menurutnya, bisnis itu akan terjadi sesuai dengan pasar.

”Dan jangan samakan dengan outsourcing ya. Ini beda,” tegasnya.

Terkait kemudahaan PHK, Haiyani menampik jika RUU CLK bakal menghilangkan adanya ketentuan surat peringatan (SP) atau teguran. Dia menegaskan, perusahaan tidak bisa semena-mena memutus hubungan kerja pada karyawannya hanya karena terjadi pelanggaran. ”SP tetap ada. Sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya juga masih,” ungkapnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X