Bisik-Bisik Mainkan Syarat Lelang

- Jumat, 21 Februari 2020 | 14:21 WIB

PRAKTIK persekongkolan dalam tender pemerintah sebenarnya bisa dibongkar. Peserta lelang yang mengendus adanya permainan bisa bertindak jika menemukan indikasi. Salah satunya lewat sanggahan.

Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kaltim Tumingan menyebut, permainan dalam tender pemerintah bisa mulus karena calon penyedia “pasrah”. Tak berani membuat sanggahan ketika menemukan ketidakberesan dalam proses lelang. “Kalau berani, biasanya orang di BLP (Badan Layanan Pengadaan) itu pasti takut meneruskan (kongkalikong),” ujarnya.

Tumingan menyebut, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sudah jelas. Termasuk Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pengadaan Jasa Konstruksi dan Konsultasi Konstruksi telah menggambarkan kualifikasi yang mampu meningkatkan kompetisi di proses tender. “Kadang (oknum di BLP) ada yang coba-coba ‘main’. Tapi begitu dari penyedia ada yang merasa dizalimi mereka ya membatalkan,” sebutnya.

LPJK, sebut dia, hanya bisa membantu dalam proses klarifikasi kebenaran adanya Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan tenaga kerja atau ahli yang memang dikeluarkan oleh lembaga. Dilakukan secara online, sehingga memudahkan pihak-pihak yang memerlukan. “Memang untuk pengecekan saja,” ucapnya.

Dari pengalaman dan cerita pengusaha yang akan ikut lelang, banyak persoalan sudah muncul di proses input dokumen lelang. Di mana mereka mengeluhkan sulitnya mengunggah dokumen ke Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). “Banyak alasan dari BLP. Mulai server ngadat, wifi-nya bermasalah. Akhirnya hanya segelintir yang bisa ikut tender. Kan ini tanda tanya,” ungkapnya.

Kemungkinan adanya permainan disebut bisa dimulai dari input dokumen persyaratan lelang. Karena jika ada “titipan” calon pemenang oleh pihak yang mengevaluasi, maka segalanya bisa dimonitor sejak tahapan tersebut. “Kan tahu jam berapa, siapa yang masukkan dokumen kelihatan,” katanya.

Dia ragu. Banyak kesalahan yang dibuat dalam pelaksanaan pembuktian kualifikasi penyedia. Namun, dia enggan membuat kesimpulan, apakah kesalahan tersebut disengaja atau tidak. Apalagi untuk proyek menggunakan APBN. “Lah mereka itu sering ikut bimtek (bimbingan teknis). Lalu ada kesalahan kan patut ditanyakan kompetensinya,” ujarnya.

Tidak dimungkirinya, dalam proses pengumpulan dokumen, verifikasi administrasi hingga pembuktian kualifikasi tak ada yang bisa mengawasi. LPJK tak punya kewenangan. Pun dari pengalamannya diundang untuk menyaksikan pembuktian kualifikasi, hanya sebatas menghadiri undangan. “Kami ‘kan enggak bisa mengecek, dokumennya asli atau sesuai tidak dengan syarat lelangnya,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum I Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kaltim Fakhruddin Noor tak kaget jika masih ada praktik persekongkolan dalam pelaksanaan tender pemerintah. Itu karena sejak awal, dalam pembagian kategori lelang, hanya berdasarkan nilai proyek. Belum ada panduan mengenai syarat kualifikasi teknis berdasarkan nilai proyek. “Ini yang bisa dimainkan calon pemenang lelang dengan pengawalan pengawas,” ujarnya.

Menurutnya, setiap penyedia yang mengikuti lelang pasti memiliki berbagai cara untuk bisa ditetapkan menjadi calon pemenang. Selama upaya tersebut dilakukan secara benar. Termasuk memasang harga yang kompetitif dan bisa mengalahkan kompetitornya. “Bagi saya tidak masalah kalau harga yang ditawarkan kompetitif. Asal syaratnya lengkap. Kecuali syaratnya enggak benar, pasti muncul ‘bisik-bisik’ supaya menang,” ujarnya.

Syarat lelang itu memang kerap jadi bancakan. Di mana sebelumnya, seorang pengusaha, sebut saja Surti (nama samaran) merasa dicurangi membeber, bagaimana perusahaannya kalah tender proyek preservasi jalan nasional di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar). Yang dananya bersumber dari APBN 2020, di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Calon pemenang lelang diduga memalsukan dokumen syarat pengalaman pekerjaan. Sebab, di kualifikasi teknis seperti pengalaman pekerjaan, juga kemampuan dasar (KD), perusahaan tidak berkompeten ikut lelang. “Syarat pengalaman mereka itu fiktif. Sudah kami cek dan telusuri,” ujar Surti.

Dugaan ada “main” dengan Kelompok Kerja (Pokja) BLP mengemuka. Sebab, pokja dalam prosesnya justru memberikan anulir atas sanggahan perusahaannya. Yang menyebut calon pemenang lelang pernah memiliki pengalaman sesuai syarat lelang.

Padahal, dari penelusuran perusahaan, pekerjaan di lokasi dan di tahun yang dijadikan syarat tak pernah ada. “Pekerjaan yang dimaksud itu baru ada di 2016. Pemenangnya bukan mereka. Laporan SPT pajak juga nihil,” ujarnya. (rdh/rom/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X