Kemacetan dan kerap terjadi kecelakaan merupakan masalah klasik di Jalan Otto Iskandardinata (Otista) tepatnya di Gunung Manggah. Pemkot Samarinda menduga pedagang kayu bekas di sisi kanan dan kiri Gunung Manggah menjadi salah satu penyebab.
SAMARINDA–Surat teguran penertiban pun akhirnya dilayangkan melalui Satuan Pamong Praja (Satpol PP) Samarinda. Para pedagang kayu mau tak mau harus tertib.
Kemarin (18/2), Kaltim Post meminta keterangan dari Farid Rahman, salah satu pelaku usaha penjual kayu bekas. Bisnis kayu bekas miliknya telah ada sejak 2003. Bahkan, dia sebagai penerus usaha keluarga. "Saya teruskan usaha almarhum bapak saya sejak 2017," ucapnya.
Ditanya soal penertiban, Farid tidak mempermasalahkan. Namun, dia berharap tak hanya dirinya yang terkena imbasnya. Pedagang yang ada di badan jalan juga harus ikut ditertibkan.
"Ini tanah pribadi, bukan pemerintah. Ada ketemu sama Satpol PP juga, saya jelaskan, dan diminta untuk merapikan kayu saja hingga di belakang parit," pungkasnya.
Penertiban penjual kayu sejatinya belum bisa membuat permasalahan Jalan Otista selesai. Hal itu juga diungkapkan Pengamat Perkotaan dan Lalu Lintas Samarinda, Haryoto HP. Penertiban seharusnya dapat merambah hingga seluruh jalan.
"Tinggal action saja loh, susah betul. Itu saya sepakat dengan komentar Pak Erick (kasat Lantas Polresta Samarinda) memang harus semuanya ditertibkan," ucapnya.
Hal tersebut juga dianggap solusi tepat jangka pendek dan solusi yang murah. Pemerintah harus ketat dalam upaya penertiban di sepanjang jalan. "Itu modalnya kan cuma SK bisa langsung gerak," imbuhnya.
Manajemen traffic lalu lintas (lalin) juga harus segera dilaksanakan, seperti pemasangan rambu lalin dan pembatas. Jalan Damai yang tepat di bawah Gunung Manggah juga perlu dilakukan rekayasa lalin.
"Kalau ada insiden (kecelakaan) kan bahaya, sudah sering macet bisa juga diseruduk dari atas," ungkapnya.
Selain penertiban Jalan Otista, yang harus dilakukan dalam jangka terdekat adalah evaluasi Perwali Nomor 40 Tahun 2011. Hal itu bisa mem-backup peraturan jam lewat truk. "Truk itu dilarang melintas di jalur tertentu. Tapi belum ada di perwali, itu kan bisa digarap cepat," kritiknya.
"Soal wacana pelebaran jalan Gunung Manggah, kami pikir malah bahaya. Bagian atas lebar, tapi bagian bawah sempit. Berebut malah nanti, malah bahaya," sambungnya.
Pria yang juga tergabung dalam Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia Kaltim itu juga menyinggung Jalan Pendekat Mahkota II. Jalan yang mangkrak itu dapat diselesaikan dalam jangka menengah.