Bahaya Rokok Perlu Masuk Kurikulum

- Rabu, 19 Februari 2020 | 10:23 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA– Peraturan tentang kawasan tanpa rokok (KTR) di sekolah tidak efektif. Pusat Kajian Gizi Regional (Southeast Asian Ministers of Education Refional Center for Food and Nutrition/SEAMEO-RECFON) menyebutkan 32,1 persen siswa di Indonesia pernah mencoba mengkonsumsi produk tembakau, termasuk rokok.

Temuan itu merupakan bagian dalam policy brief atau kajian kebijakan bertajuk Pembangunan SDM unggul melalui pengendalian tembakau dan penerapan KTR di lingkungan sekolah. Manajer Manajemen Pengetahuan dan Kemitraan di SEAMEO-RECFON Grace Wangge menjelaskan ketentuan soal KTR di lingkungan sekolah sudah diatur tegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 dan Permendikbud 64/2015.

’’Baik PP maupun Permendikbud diantaranya menekankan kewajiban p impinan sekolah membuat larangan terkait rokok dalam tata tertib di sekolah,’’ jelasnya di Jakarta (18/2). Upaya itu diantaranya adalah melarang penjualan rokok di kantin atau warung sekolah atau koperasi. Kemudian wajib memasang tanda KTR di lingkungan sekolah.

Ketentuan lainnya adalah sekolah diminta menolak penawaran, iklan, sponsor atau sejenisnya dari perusahaan rokok. Menurut Grece aturan ini sudah berjalan di sekolah. Misalnya pada kegiatan pentas seni atau pensi, sudah tidak ada lagi yang disponsori oleh perusahaan rokok. Tetapi ada yang menyiasatinya dengan menggelar pensi di luar sekolah.

Untuk itu Grace mengatakan implementasi KTR di sekolah belum berjalan dengan maksimal. Diantara indikatornya adalah sebanyak 32,1 persen anak sekolah di Indonesia pernah mengkonsumsi produk tembakau, termasuk rokok. Kemudian ajakan teman di sekolah ternyata 4,8 kali memicu anak lainnya untuk mencoba merokok.

Dia lantas menyampaikan sejumlah rekomendai supaya KTR di sekolah berjalan maksimal. Diantaranya adalah memasukkan materi bahasa rokok atau produk tembaka lainnya bagi kesehatan ke kurikulum pendidikan. ’’Integrasi ini sedini mungkin. Selambat-lambatnya mulai pada level sekolah menengah tingkat pertama (SMP, Red),’’ jelasnya.

Kemudian upaya atau implementasi KTR di lingakungan sekolah dijadikan salah satu indikator kinerja dinas terkait. Baik itu dinas pendidikan, dinas kesehatan, atau lainnya. Kemudian implementasi KTR di lingkungan sekolah juga digunakan untuk mengukur kinerja guru serta kepala sekolah.

Selain itu juga diperlukan materi pendidikan orangtua (parenting) mengenai akibat rokok bagi kesehatan atau anak. Sebab banyak anak-anak merokok karena tidak dilarang oleh orangtuanya yang juga perokok aktif. Menurut dia perlu ada pertemuan antara guru, kepala sekolah, dan orangtua untuk sosialisasi bahaya merokok bagi kesehatan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie mengomentari masih adanya siswa yang merokok. Padahal sudah ada aturan KTR yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 dan Permendikbud 64/2015. ’’Sepanjang (rokok, Red) masih bisa dijual eceran, akan susah,’’ tuturnya.

Dia menjelaskan penanganan penyakit tidak menular dilakukan dengan mencegahan faktor-faktor resiko. Diantara penyakit tidak menular yang masih besar di Indonesia adalah serangan jantung, stroke, diabetes, dan lainnya. Dia mengatakan penyebab pasti penyakit-penyakit ini belum diketahui. Tetapi penyakit itu bisa dicegah dengan mengurangi faktor resikonya. (wan)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

THR-Gaji Ke-13 Cair Penuh, Sesuai Skema Kenaikan

Minggu, 17 Maret 2024 | 07:45 WIB

Ini Dia Desa Terindah nan Memesona di Jawa Tengah

Sabtu, 16 Maret 2024 | 10:25 WIB
X