Omnibus Law Harus Sederhanakan Perizinan

- Selasa, 18 Februari 2020 | 12:13 WIB

JAKARTA– Kalangan pengusaha memiliki pendapat berbeda dengan buruh terkait rencana pengesahan RUU Cipta Kerja. Mereka menganggap RUU omnibus law itu memberi harapan baru pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Para pengusaha yang tergabung dalam asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) tersebut menegaskan, salah satu tantangan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi adalah mendatangkan investasi. Agar investasi segera masuk, pemerintah perlu merapikan regulasi yang berkaitan dengan harmonisasi pusat dan daerah. Nah, Apindo menganggap omnibus law memberikan harapan pada hal tersebut.

Direktur Eksekutif Apindo Danang Girindrawardana menyebutkan, overlapping dan redundant regulasi menjadi hal terpenting yang harus dieleminasi dalam omnibus law. ''Tujuan utamanya adalah mempermudah investasi baru masuk ke Indonesia, itu saja," ujarnya. Apindo berharap omnibus law bisa menyelesaikan persoalan perizinan di daerah yang kerap tumpang tindih. Apindo juga meminta agar nantinya tidak muncul lagi perizinan atau persyaratan lain ketika omnibus law resmi dirilis pemerintah.

Danang mengatakan, persoalan perizinan di daerah kerap muncul ketika pemerintah pusat membikin penyederhanaan kebijakan. Persoalan klasik perizinan yang seharusnya bisa disimplifikasi pada akhirnya tidak dapat dilakukan. Sebab, selalu ada persyaratan baru yang muncul di daerah. Hal itu sangat menyulitkan dan menghambat pelaku usaha dalam meningkatkan produktivitas usaha. "Misal, udah ada OSS (online single submission) yang diambil pusat, tapi daerah malah menerbitkan regulasi baru. Memang bukan izin, tapi semacam pernyataan atau rekomendasi yang diciptakan oleh pemda, yang awalnya tidak ada. Yang demikian ini perlu disinkronkan," bebernya.

Mengenai munculnya pro-kontra omnibus law, Danang menganggap bahwa hal tersebut kemungkinan disebabkan komunikasi yang terhambat. Terutama antara pemerintah dengan serikat pekerja maupun pihak lain yang belum bisa menerima omnibus law. ”Karena memang pemerintah tidak melibatkan semua pihak dalam pembahasan, jadi proses komunikasi terhambat, sehingga ada yang tidak mendapatkan informasi utuh," ujarnya.

Menurut Danang, kekhawatiran pada dampak negatif omnibus law sebenarnya juga dirasakan sebagian pengusaha. "Sama saja, misalnya kalangan dunia usaha yang tidak semua mendapatkan kesempatan untuk bergabung di pokja, ada juga yang mengeluhkan sektor ini sektor itu, yang juga tidak tahu ditampung atau tidak ditampung dalam proses perumusan ini," ungkapnya. Menurut Danang, proses dialog perlu lebih dikedepankan dibanding membangun persepsi yang berbeda dari tujuan awal pembentukan omnibus law.

Terpisah, Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia optimistis omnibus law bisa meningkatkan kinerja investasi. Bahlul menyebut, RUU tersebut dapat mempermudah para investor dan pengusaha.

''RUU Cipta Kerja memudahkan perizinan usaha dan berinvestasi, tidak akan berbelit-belit lagi. Di samping itu ada juga insentif yang kita tawarkan kepada mereka,’’ ujar Bahlil di kantornya, Jakarta, kemarin (17/2). Mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu berharap RUU tersebut segera disahkan. Dia meyakini banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan pengesahan omnibus law. ''Kalau bisa cepat dilakukan, saya yakin RUU Cipta Kerja ini bisa menyumbangkan 0,2-0,3 persen realisasi investasi di tahap pertama,’’ imbuhnya.

Terkait dengan penolakan sebagian serikat pekerja, dia tak mempermasalahkannya. Menurut dia, penolakan itu adalah bagian dari dinamika yang lumrah terjadi.

Terpisah, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menuturkan hal senada. Ani, sapaannya-- menyebut bahwa omnibus law bisa meredam gejolak ekonomi global yang diliputi ketidakpastian. ''Adanya omnibus law cipta kerja dan perpajakan bisa menjadi instrumen pertumbuhan ekonomi, pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan diharapkan bisa menyentuh aspek-aspek yang berkaitan di tengah ketidakpastian,’’ ujarnya di kantor BKPM kemarin.

Sekertaris Kemenko Perekonomian Susiwijono menuturkan, pemerintah telah mempertimbangkan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah dalam RUU Cipta Kerja. Hal itu sesuai dengan semangat yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 18, 18A, dan 18B mengenai Pemerintahan Daerah.

''RUU Ciptaker justru disusun berlandaskan semangat desentralisasi. Kita ingin mengatur bahwa setiap layanan perizinan yang diselenggarakan kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah, harus sesuai dengan standar yang telah kita tetapkan,’’ tegasnya kemarin. Menurut dia, pemerintah pusat akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) pelaksanaan RUU Ciptaker yang mengatur mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK). Tujuannya agar terdapat standarisasi pelayanan penerbitan perizinan usaha oleh kementerian, lembaga, dan pemda.

''Jadi, kewenangan penerbitan perizinan berusaha pada prinsipnya ada di pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang pelaksanaannya berdasarkan NSPK yang ditetapkan oleh Presiden,’’ sambung Susiwijono.

Penyederhanaan perizinan usaha melalui sistem elektronik dilakukan untuk menyesuaikan dengan era digital. ‘’Perizinan berusaha yang terintegrasi dan dilakukan secara elektronik dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, 24/7,’’ imbuhnya. Perizinan berbasis elektronik itu telah direkomendasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu langkah pencegahan korupsi. (agf/dee/mar/oni)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

THR-Gaji Ke-13 Cair Penuh, Sesuai Skema Kenaikan

Minggu, 17 Maret 2024 | 07:45 WIB

Ini Dia Desa Terindah nan Memesona di Jawa Tengah

Sabtu, 16 Maret 2024 | 10:25 WIB

Cuaca Ekstrem Diprakirakan hingga Mudik Lebaran

Jumat, 15 Maret 2024 | 10:54 WIB
X