ADUH..!! Neraca Dagang RI Kembali Defisit, Belum Lagi Dampak Corona

- Selasa, 18 Februari 2020 | 12:06 WIB
Nilai ekspor pada Januari 2020 mencapai USD 13,41 miliar (sekitar Rp 183,1 triliun). Nilai impornya sekitar USD 14,27 miliar (sekitar Rp 194,9 triliun).
Nilai ekspor pada Januari 2020 mencapai USD 13,41 miliar (sekitar Rp 183,1 triliun). Nilai impornya sekitar USD 14,27 miliar (sekitar Rp 194,9 triliun).

JAKARTA– Tahun telah berganti. Namun, neraca perdagangan RI masih tetap defisit. Pada Januari lalu, angkanya mencapai USD 864 juta atau setara Rp 11,8 triliun. Di Jawa Timur (Jatim), neraca dagang defisit USD 220 juta (sekitar Rp 3 triliun). Sebab, nilai impor lebih besar ketimbang ekspor.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto melaporkan, secara nasional, nilai ekspor pada Januari 2020 mencapai USD 13,41 miliar (sekitar Rp 183,1 triliun). Nilai impornya sekitar USD 14,27 miliar (sekitar Rp 194,9 triliun). ’’Meski defisit, ini masih lebih kecil bila dibandingkan dengan Januari 2019,’’ ujar pria yang akrab disapa Kecuk tersebut di kantor BPS, Jakarta, (17/2).

Defisit Januari 2020, menurut dia, disebabkan neraca dagang migas yang defisit hingga USD 1,18 miliar (sekitar Rp 16,1 triliun). Pada periode yang sama, neraca dagang nonmigas surplus USD 317 juta atau setara Rp 4,3 triliun.

Kecuk berharap kebijakan pemerintah untuk menekan defisit neraca perdagangan bisa diimplementasikan dengan baik. Misalnya, implementasi biodiesel 30 persen (B30). Menurut dia, kondisi global juga masih sangat memengaruhi aktivitas ekspor dan impor di dalam negeri. ’’Ekonomi global tidak stabil. Penyebabnya adalah perang dagang, geopolitik di Timur Tengah, dan fluktuasi harga komoditas dari waktu ke waktu,’’ paparnya.

BPS mencatat, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ ICP) turun 2,68 persen dari USD 67,18 (sekitar Rp 917 ribu) per barel menjadi USD 65,38 (sekitar Rp 893 ribu) per barel.

Harga beberapa komoditas nonmigas meningkat pada Januari. Di antaranya, minyak sawit, batu bara, dan karet. Masing-masing mengalami kenaikan harga 8,44 persen; 6,5 persen; dan 1,2 persen. Di sisi lain, ada komoditas yang mengalami penurunan harga. Misalnya nikel, tembaga, dan timah.

Dalam kesempatan itu, Kecuk juga menyinggung dampak virus korona terhadap perekonomian. Menurut dia, dampaknya akan terefleksi pada neraca dagang Februari. Karena virus itu baru mulai merebak pada akhir Januari atau setelah perayaan Tahun Baru Imlek, pengaruhnya terhadap kinerja ekspor dan impor baru terasa menjelang pergantian bulan.

Namun, lantaran BPS tidak menyajikan data mingguan dan hanya bulanan, efek korona belum terlihat dari hasil neraca dagang Januari. ’’Kita perlu waspada. Efeknya bisa dilihat pada bulan berikutnya yang menyajikan kinerja Februari,’’ tuturnya.

Dinamika perdagangan RI dengan Tiongkok menjadi salah satu faktor yang harus diwaspadai. Bank Dunia menyebutkan bahwa depresiasi ekonomi Tiongkok 1 persen akibat korona berpotensi menurunkan perekonomian RI hingga 0,3 persen.

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Dadang Hardiwan melaporkan bahwa nilai impor Jatim turun 1,18 persen jika dibandingkan dengan Januari 2019. Impor yang turun tipis itu dipengaruhi turunnya impor buah-buahan, sayuran, serta gula dan kembang gula. ’’Sayur-sayuran dan buah-buahan itu paling banyak diimpor dari Tiongkok,’’ katanya kemarin. Sejak merebaknya wabah korona, permintaan terhadap tiga komoditas itu menurun.

Dia juga mendapatkan laporan dari bea dan cukai di Jatim bahwa pengiriman bahan makanan dari Tiongkok berkurang sejak sebulan terakhir. ’’Ya, biasanya secara siklus tidak begini. Tapi, kali ini mengalami penurunan cukup drastis,’’ jelasnya.

Di sisi lain, ekspor Jatim mencatat peningkatan yang baik. Pada Januari, ekspor Jatim naik 17,85 persen secara year-on-year (YoY). Terbukti, neraca nonmigas surplus USD 222,77 juta (sekitar Rp 3,04 triliun). Golongan barang utama yang mendorong ekspor nonmigas adalah perhiasan dan permata. Lantas, disusul tembaga serta kayu dan barang dari kayu (mebel).

Sejauh ini Jepang masih menjadi tujuan utama ekspor Jatim. Komposisi ekspor ke Negeri Sakura itu mencapai 15,63 persen dari total ekspor. Amerika Serikat (AS) menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua Jatim dengan kontribusi 12,48 persen dari total ekspor.

Walau impor sayuran dan buah-buahan dari Tiongkok turun, ekspor Jatim ke Tiongkok masih tinggi. Meski, secara month-to-month (MoM), terjadi penurunan 21,06 persen. (dee/rin/c14/hep)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X