BALIKPAPAN–Ketersediaan air di calon ibu kota negara (IKN) menjadi sorotan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hal itu menjadi salah satu temuan dari kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang disusun KLHK. Sumber air baku di Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar) masih sangat terbatas.
Terlebih untuk memenuhi keperluan air baku pada lokasi yang dicanangkan sebagai IKN baru di Kecamatan Sepaku (PPU) hingga Kecamatan Samboja (Kukar).
Dari hasil kajian yang telah dilaksanakan sejak September hingga Desember 2019, KLHK menyebut, sumber air di calon IKN sebagian besar dari 38 daerah aliran sungai (DAS). Baik di dalam dan maupun di sekitar wilayah IKN.
Selain itu, DAS tersebut merupakan area dengan tangkapan kecil. Dengan rasio debitnya yang tidak terlalu besar. Lanskapnya yang berbukit-bukit, juga berdampak pada distribusi air bersih dari DAS tersebut.
Berdasarkan temuan tersebut, staf ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam KLHK Laksmi Wijayanti mengatakan, pemenuhan ketersediaan air pada calon IKN dan wilayah penyangganya merupakan tantangan yang harus dicari solusi.
Pada tahapan pemindahan IKN, yang ditargetkan bakal dimulai tahun ini. Menurut dia, dengan mengetahui dan mendalami tantangan tersebut, maka bisa dilakukan pembenahan. Karena merupakan kesatuan perencanaan infrastruktur. Dengan proteksi hutan sebagai penyangga sumber airnya. “Sekaligus bisa merancang desain kota untuk manfaatkan teknologi yang mendorong penggunaan air seefisien mungkin,” kata dia saat dihubungi Kaltim Post.
Perempuan yang sebelumnya menjabat direktur Pencegahan Dampak Kebijakan Lingkungan dan Sektoral KLHK itu menambahkan sumber air bukannya tidak ada. Pada lokasi IKN maupun wilayah penyangganya. Namun, hanya perlu ditampung dengan baik. Karena keterbatasan sumber air yang tersedia saat ini. Khususnya PPU dan Balikpapan.
Apalagi jika kemarau panjang melanda, akan berdampak pada kelangkaan air di lokasi IKN. “Sekarang banyak juga faktornya. Salah satunya akses untuk memenuhi itu. Di mana belum semua terlayani sistem terpadu dengan baik. Hal ini juga harus dibenahi,” lanjut dia.
Permasalahan tersebut juga sempat dibahas bersama dalam Dialog Nasional VI Pemindahan IKN di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Selasa (11/2) lalu.
Hasil rekomendasi KLHS cepat yang disusun KLHK itu merangkum empat temuan atau masalah utama pada lokasi calon IKN. Yakni, keterbatasan sumber air baku, lalu wilayah IKN dan sekitarnya merupakan habitat dan ruang jelajah beberapa spesies kunci. Di antaranya, orang utan, bekantan, beruang madu, pesut, dan dugong.
Temuan lainnya adalah 109 lubang tambang yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Dan Kaltim memiliki ecological footprint atau tapak ekologi berkaitan dengan tingkat konsumsi masyarakat dan dampaknya terhadap lingkungan yang tinggi di wilayah Kalimantan.
KLHK telah melakukan penyusunan KLHS IKN selama empat bulan. Diawali pada September dan rampung Desember 2019. “Jadi, hasil KLHS cepat untuk pemindahan ibu kota ini muatannya memberi rekomendasi lingkup studi lanjutan dan koridor penyiapan rencana induk. Nanti Bappenas lakukan pendalaman dengan membuat KLHS untuk rencana induknya,” tandas dia.
Berdasarkan data Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, ada enam sumber air baku di Kaltim. Yakni, Bendungan Manggar dengan kapasitas tampung 14,2 juta kubik, Bendungan Teritip di Balikpapan dengan daya tampung 2,43 juta kubik dan Embung Aji Raden di Balikpapan yang memiliki kapasitas 0,49 juta kubik.
Lalu ada Bendungan Samboja di Kukar dengan kapasitas 5,09 juta kubik, Intake Kalhol Sungai Mahakam dengan daya tampung 0,02 juta kubik serta Bendungan Lempake di Samarinda yang memiliki kapasitas 0,67 juta kubik.