Draf RUU Cipta Lapangan Kerja, Bisa Kontrak Seumur Hidup dan Tak Dapat Pesangon

- Sabtu, 15 Februari 2020 | 12:23 WIB
-
-

JAKARTA – Kerja! Kerja! Kerja! Slogan Kabinet Kerja era kepimpinan Presiden Joko Widodo periode I ini bakal benar-benar diterapkan. Dalam draft Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (CLK) klaster Ketenagakerjaan, libur cukup sehari dalam seminggu. Bukan cuma itu, siap-siap kehilangan pesangon karena berstatus kontrak seumur hidup.

Ucapkan selamat tinggal pada kenyamanan libur dua hari dalam satu minggu. Dalam draft RUU CKL yang diterima Jawa Pos, aturan tersebut lenyap. Padahal, aturan ini sebelumnya tercatat jelas dalam pasal 79 UU 13/2003 tentang keternagakerjaan.

Pada UU Ketenagakerjaan Pasal 79 ayat 2 poin (b), disebutkan jika waktu istirahat dan cuti meliput istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Kemudian, ada juga poin (d) soal istirahat panjang, di mana tertulis jika istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

Sayangnya, kedua poin tersebut hilang. Digantikan dengan waktu istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Guyonan kerja keras bagai kuda sepertinya akan benar-benar terealisasi.

Tapi yang lebih miris lagi, pekerja terancam berstatus kontrak hingga waktu yang tidak ditentukan alias seumur hidup. Risiko ini muncul sebagai dampak dihapusnya pasal 59 UU Ketenagakerjaan dalam RUU CLK BAB IV Ketenagakerjaan Bagian 2.

Dengan dihapusnya Pasal 59, menurut Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono, maka penggunaan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak bisa diperlakukan untuk semua jenis pekerjaan. Padahal, dalam UU Ketenagakerjaan, pekerja kontrak hanya dapat digunakan untuk pekerjaan tertentu saja menurut jenis dan sifatnya. Atau, kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. Seperti, pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun, pekerjaan yang bersifat musiman, atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Selain itu, kata dia, pekerja kontrak tidak dapat digunakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat tetap. Dengan demikian, selain pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu harus menggunakan pekerja tetap.

”Tapi dengan dihapuskannya pasal 59, berarti tak ada batasan pekerjaan apa saja yang bisa kontrak. Semua sector bisa diterapkan kontrak,” keluhnya.

Mirisnya lagi, kalau sudah dikontrak tak ada patokan sampai kapan. Karena aturan lama kontrak turut hilang bersama dihapusnya pasal 59 UU Ketenagakerjaan. Tak ada lagi batasan pekerja kontrak hanya dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun.

”Tidak ada lagi batasan seorang pekerja bisa dikontrak. Akibatnya, bisa saja seorang pekerja dikontrak seumur hidup,” tuturnya.

Kahar mengatakan, aturan ini bakal sangat mencekik pekerja jika disahkan. Perusahaan akan cenderung mempekerjakan buruhnya dengan sistem kontrak kerja dan tidak perlu mengangkat menjadi pekerja tetap. Karena, dengan menggunakan pekerja kontrak maka tidak ada lagi pesangon.

”Karena pesangon hanya diberikan kepada pekerja yang berstatus sebagai karyawan tetap,” tegasnya.

Nestapa buruh tak berhenti sampai di sana. Masalah cuti dan libur serta upah yang menyertainya juga bikin geleng-geleng kepala. Memang, tak ada penghapusan soal libur haid di pasal 81. Cuti juga tetap diberikan 12 hari seperti dipasal 79 ayat 3. Libur sakit juga dibolehkan dan tetap diberi upah.  Hanya saja, aturan upahnya yang tidak transparan. Hingga mungkin saja bakal diberikan lebih rendah dari yang saat ini sudah berlaku.

Itu tercermin dalam draft RUU CLK pasal 93, di mana lima ayat sebelumnya disederhanakan menjadi tiga. Kemudian, ketentuan poin pembayaran upah di ayat dua dikurangi dari delapan menjadi empat poin saja. Tak ada keterangan spesifik soal pembayaran pekerja/buruh ketika tidak masuk bekerja karena menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X