Habis Rp 10 M, Puskesmas ABK Lebih Menarik

- Sabtu, 15 Februari 2020 | 10:57 WIB
Setelah dikerjakan sekitar 7 bulan, renovasi Puskesmas Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) rampung dan telah diresmikan.
Setelah dikerjakan sekitar 7 bulan, renovasi Puskesmas Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) rampung dan telah diresmikan.

BALIKPAPAN – Setelah dikerjakan sekitar 7 bulan, renovasi Puskesmas Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) rampung dan telah diresmikan. Terletak di Jalan MT Haryono Gang Mufakat II, Kelurahan Damai, Balikpapan Selatan, pengembangan bangunan ini menggunakan APBD 2019, sekitar Rp 10 miliar.

Pusat kesehatan yang telah berdiri sejak 2009 ini, awalnya dikelola oleh pihak ketiga. Hingga akhirnya pada 2015, Puskesmas ABK ini berada di bawah pengelolaan Puskesmas Damai. Serta, melakukan beberapa pengembangan baik dari segi bangunan maupun peralatan.

Saat ini, ada sekitar 50 anak dirawat. Dengan total 14 ruang terapi.

Kepala UPTD Puskesmas Damai Sekar Dianing Indrati menjelaskan, beragam permasalahan anak ditangani di puskesmas ini. Karenanya penanganan yang diberikan juga berbeda.

Tingkat kasus terbanyak ialah autis, ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), dan down syndrom.

“Misalnya kayak cerebral palsy, mesti difisioterapi dulu. Ada juga yang delay speech itu dapat pelatihan berbicara,” ujar dia.

Terkait waktu terapi, biasanya akan memakan waktu satu jam per anak. Sebelumnya, pasien harus lebih dulu membayar uang administrasi sebesar Rp 5 ribu. Tidak akan dipungut biaya jika pasien merupakan pengguna BPJS yang terdaftar di Puskesmas Damai.

Perihal pemberian terapi, dirinya menyebut upaya ini sangat penting. Sebab jika tidak, anak yang berkebutuhan khusus ini akan sulit mengerjakan segala hal, bahkan yang sepele sekali pun.

Sekar menyebut peran orangtua juga sangat diperlukan. Saat di tempat terapi perlu pendampingan. Sedangkan saat di rumah, para orangtualah yang berperan. Puskesmas pun akan memberi tugas yang mesti dilakukan anak, dan akan dievaluasi di pertemuan selanjutnya.

Ia melanjutkan perawatan akan diberikan hingga pasien bisa mandiri. Akan tetapi, batas pengobatan hanya berlaku hingga anak mencapai usia 12 tahun. Setelah melewati batas usia, mau tak mau si anak akan dilepas atau minimal dalam penanganan sekolah luar biasa (SLB).

Dia berujar perawatan memang harus rutin dilakukan. Tak hanya di puskesmas, pihak orangtua pun harus memberi terapi di rumah. Hal ini agar si anak bisa terus berkembang.

Untuk total karyawan, ada enam bidan, tiga terapis, satu perawat, dan satu psikolog. Dari total SDM tersebut, Sekar mengakui jumlah tersebut masih sangat kurang. Apalagi untuk penanganan anak cerebral palsy dan delay speech.

Selain SDM, ia berujar alat terapi juga masih diperlukan. Namun, pemerintah kota akan memberi bantuan untuk kekurangan peralatan pengobatan. Dia juga mengharapkan adanya CSR dari pihak lain. (*/okt/ms/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X