Mantan Menteri Bantah Berikan Izin Alih Fungsi Hutan

- Sabtu, 15 Februari 2020 | 10:34 WIB
Ketum PAN Zulkifli Hasan mendatangi KPK. (Muhammad Ridwan/JawaPos.com)
Ketum PAN Zulkifli Hasan mendatangi KPK. (Muhammad Ridwan/JawaPos.com)

JAKARTA - Jumat pagi (14/2), Zulkifli Hasan mendatangi KPK untuk memenuhi panggilan sebagai saksi. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri Kehutanan periode 2009-2014 untuk kasus dugaan suap terkait revisi alih fungsi hutan Provinsi Riau tahun 2014.

Sosok yang akrab disapa Zulhas itu tidak banyak berkomentar ketika baru datang ke KPK pukul 10.00. Begitu pula ketika keluar sejenak untuk menjalankan salat Jumat. Dia baru angkat bicara sepatah dua kata usai merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 16.00. Dia dipanggil untuk memberian keterangan soal pemberian izin kepada PT Palma Satu yang menjadi tersangka korporasi pada kasus ini.

Zulkifli menjelaskan memang ada permintaan izin yang masuk ke Kementerian Kehutanan pada saat itu. Namun dia menegaskan kementerian tidak meneken izin untuk pengalihan fungsi hutan yang diajukan oleh beberapa perusahaan. "Ada beberapa perusahaan dan diajukan ke Kemenhut. Sampai Kemenhut, semuanya ditolak. Jadi, tidak ada satu pun (izin) diberikan alias semua permohonan itu ditolak," tegas Zulkifli.

Dia enggan menjawab ketika dikonfirmasi soal hubungannya dengan sejumlah pihak yang terlibat kasus ini. Di antaranya dengan mantan Gubernur Riau Annas Maamun dan pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma Surya Darmadi yang sudah berstatus tersangka. "Intinya itu aja. Ditolak, permintaan ditolak," ucapnya, lantas bergegas naik ke mobil dan pergi.

KPK sementara hanya memanggil Zulkifli sebagai saksi dan belum ada perubahan menjadi tersangka. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan bahwa meskipun ada temuan-temuan terkait perizinan tersebut yang mengarahkan Zulkifli sebagai tersangka, perubahan statusnya tidak semudah itu. "Orang bisa menyatakan bertemu dengan (pihak) ini, tapi relevansinya apa," tutur Alexander di Gedung Merah Putih KPK kemarin.

Menurutnya, jika berkaitan dengan proses perizinan saja, KPK belum bisa menetapkan dugaan bahwa Zulkifli bersalah karena hal tersebut memang berkaitan dengan kewenangannya. "Kalau kaitannya dengan proses perizinan, ya memang dia punya kewenangannya memberikan izin," imbuhnya.

Dari keterangan yang didapatkan, lanjut Alex, penyidik akan menggali terkait sejauh mana keterlibatan Zulkifli dalam kasus ini. Kemudian, apakah proses perizinan yang dilakukan sudah sesuai ketentuan. Dan yang terpenting, apakah Zulkifli menerima sesuatu terkait penerbitan izin tersebut. "Yang jelas yang bersangkutan sudah hadir dan kami menghormati dia mau hadir untuk diperiksa," pungkasnya.

Kasus bermula dari OTT KPK pada 25 September 2014 terkait kasus dugaan suap untuk revisi peraturan peralihan kawasan hutan di Provinsi Riau. KPK menetapkan dua orang tersangka yakni Gubernur Riau saat itu Annas Maamun dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau, Gulat Medali Emas Manurung.

Tiga tersangka lainnya ditetapkan pada 29 April 2019 lalu setelah melalui pengembangan penyidikan. Yakni Surya Darmadi sebagai pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma, Suheri Terta sebagai Legal Manager PT Duta Palma Group, dan tersangka korporasi PT Palma. Nama Zulkifli Hasan muncul dalam konstruksi perkara ketiga tersangka ini.

Zulkifli disebut memberikan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan kepada Annas Maamun. SK tersebut diberikan pada 8 Agustus 2014. (deb)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB

ORI Soroti Pembatasan Barang

Sabtu, 13 April 2024 | 14:15 WIB

Danramil Gugur Ditembak OPM

Jumat, 12 April 2024 | 09:49 WIB
X