Kontraktor Itu Mengelontor Duit, Alasannya Karena Diminta Pejabat Itu

- Jumat, 14 Februari 2020 | 11:10 WIB
-
-

SAMARINDA–Hartoyo, terdakwa dugaan suap proyek jalan nasional yang diusut KPK, menegaskan bahwa gelontoran duit yang mengalir ke beberapa pejabat bukan atas inisiatifnya. Semua bermula dari konsultasinya dengan pejabat pembuat komitmen (PPK) preservasi jalan nasional SP3 Lempake-SP3 Sambera-Santan-Bontang-Sanggatta, Andi Tejo Sukmono (ATj) medio Maret 2018. “Mayoritas pasti permintaan. Tersurat atau tersirat,” ucapnya.

Kamis (13/2), kasus dugaan suap dalam proyek jalan nasional yang menyeretnya itu telah memasuki agenda pemeriksaan terdakwa. Di depan majelis hakim yang diketuai Masykur bersama Abdul Rahman Karim, pemilik PT Haris Tata Tahta (HTT) itu mengaku anjangsana dengan ATj kala itu memang membahas soal proyek kontrak tahun jamak jalan nasional yang dibuka Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (KemenPUPR). Sebelumnya, PT HTT tak pernah menangani proyek jalan di atas Rp 100 miliar.

Dari situ, ATj pula yang mengusulkan untuk menaruh harga penawaran berkisar 80 persen dari pagu yang dialokasikan Rp 193 miliar. “Tapi setelah hitung di internal, saya taruh sekitar 80,3 persen dari pagu yang ada. Sekitar Rp 155 miliar,” sambungnya. Dari penawaran yang diplot itu. Taksiran harga pembelian material hingga pengerjaan, PT HTT bisa memperoleh keuntungan maksimal 5 persen dari nilai kontrak.

Keuntungan itu didasari karena perusahaan konstruksi miliknya sudah memiliki stok material, peralatan pengerjaan, tongkang, hingga pelabuhan. Lanjut Hartoyo, dari proyek kontrak tahun jamak ini tak hanya soal keuntungan finansial yang dikejarnya. Ada keuntungan nonfinansial jika pekerjaan dinilai memuaskan sehingga PT HTT memiliki kredit poin untuk mengikuti lelang dengan nominal yang lebih besar ke depannya.

“Tapi dikurangi fee dan beberapa barang pemberian itu keuntungan diprediksi tak lebih dari 3 persen,” katanya.

Pemberian itu memang tercatat dalam pembukuan kas PT HTT dan semua dalam pantauannya. Hartoyo menegaskan, pemberian itu tak sampai 13 persen seperti yang disangkakan JPU komisi antirasuah dalam dakwaan pada 18 Desember 2019. “Hanya berkisar 6–7 persen,” tegasnya.

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP), PPK, hingga kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (kasatker PJN) Wilayah II memang langsung mematok tali asih tersebut. Perundingan soal pembagian ini didiskusikannya dengan ATj di Samarinda medio Oktober 2018 dengan pembagian Pokja ULP sebesar 1 persen dari nilai kontrak, PPK dan kasatker 2 persen. Sebelumnya, ATj mematok jatahnya lewat pesan singkat yang dikirim via Telegram. Saat itu, ATj meminta pemberian disamakan, yakni 2 persen.

Sejak menandatangani kontrak kerja sama kegiatan pada 26 September 2018, PT HTT mendapatkan proyek rekonstruksi jalan sepanjang 8,9 km dengan nilai Rp 120,9 miliar, pemeliharaan dan rehabilitasi jalan sepanjang 2 km senilai Rp 9,91 miliar, pemeliharaan rutin jalan sepanjang 153,6 km sebesar Rp 23 miliar, pemeliharaan berkala jembatan sepanjang 126 meter sebesar Rp 766 juta, dan pemeliharaan jembatan sepanjang 222,1 meter senilai Rp 817 juta. Seluruh pekerjaan itu dikerjakan sejak 26 September 2018 hingga 31 Desember 2019 dengan tambahan setahun masa pemeliharaan.

Ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Doddy Sukmono menanyakan apa sapaannya sehari-hari. “Terdakwa ini biasanya dipanggil siapa? Beberapa saksi ada bilang Pak Har, ada juga Pak Toyo. Biasanya yang mana,” ucap beskal KPK ini dan disambut dengan gurauan dari Hartoyo. “Keduanya, Pak. Kalau istri panggilnya Mas Toyo,” jawabnya disambut tawa pengunjung sidang.

Pertanyaan itu dilontarkan lantaran beberapa saksi memanggilnya dengan berbagai sapaan. Jaksa KPK pun menanyakan apa saja yang diberikan terdakwa ke beberapa pihak tersebut. Hartoyo pun mengaku memang ada pemberiannya selain uang tunai atau transfer. Ada tiket pesawat dan voucher hotel. Lalu tas dan satu set stik golf untuk Totok Hasto Wibowo. Motor senilai Rp 80 juta untuk kasatker PJN Wilayah II Kaltim.

“Untuk motor, itu dari ATj, dia bilang kasatker kepengen motor Kawasaki. Makanya saya titip uang ke ATj untuk beli motor itu,” akunya.

Sepanjang kegiatan berjalan, sebelum akhirnya bersinggungan dengan KPK medio September 2019, terdapat 12 kali pencairan mutual check atau sekitar 80 persen dari nilai kontrak berdasarkan kemajuan kegiatan. “Selepas saya disidang memang ada keterlambatan dan kemungkinan didenda,” tutupnya memberikan keterangan.

Selepas Hartoyo diperiksa, sidang bakal dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan JPU pada pekan depan. (ryu/dwi/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X