Pedagang Pasar Inpres Tolak Relokasi, Ini Alasannya

- Kamis, 13 Februari 2020 | 11:44 WIB

BALIKPAPAN – Pedagang Pasar Inpres mengaku tak keberatan dan memahami situasi keuangan daerah. Jika itu jadi alasan, mengapa revitalisasi Pasar Inpres tak kunjung terealisasi.

Seperti disampaikan Hj Asnah, satu di antara ratusan pedagang di kawasan ini. Dia salah satu yang ikut mendengar bahwa pedagang diminta harus bersabar. Mengingat hingga saat ini, tak ada konsep yang cocok dari usulan kontraktor.

“Perintahnya sekarang rawat saja karena pasar kita sudah dikenal, bahkan sampai ke mancanegara. Kita tahu tidak ada anggaran, pemerintah banyak keluar uang untuk kebutuhan lain,” tuturnya. Namun, besar harapan pedagang, mereka tetap ingin Pemkot Balikpapan bisa turun langsung membangun pasar di Balikpapan Barat.

Asnah pun berpendapat, pemerintah tidak perlu bangun tempat penampungan sementara (TPS). Menurutnya, berada di TPS kondisinya tidak tenang. Malah cenderung ada potensi masalah karena kios justru dijual.

Dalam rencana pembangunan nanti, Asnah berharap lantai dasar tetap menggunakan konsep tradisional dan diisi oleh pedagang lama. “Kalau nanti mau dibangun berapa lantai lagi tidak apa,” ucapnya.

Misalnya lantai bawah rumah makan atau restoran ternama biar ramai dan membuat orang tertarik berkunjung. Kemudian buka tempat main hiburan anak. “Asal jangan hotel, dan jangan dibangun ala ruko. Karena wisatawan bisa menginap di mana saja,” katanya.

Kenyataannya, selama ini mereka tetap berbelanja ke Pasar Inpres. Sebab, pasar ini sudah terkenal sebagai penjual aksesori dan cendera mata khas Kalimantan.

Sebelumnya, Komisi III DPRD Balikpapan mengusulkan Gedung Parkir Klandasan (GPK) sebagai area relokasi sementara jika nanti Pasar Inpres melalui proses revitalisasi.

Mengenai fasilitas di sana, Kepala UPT Pengelola Parkir Dinas Perhubungan Hikmatullah Hardian menjelaskan, GPK memiliki sebanyak 22 kios yang terdiri dari dua lantai.

Saat ini, tersisa empat kios yang masih menyewa. Di antaranya kantin lantai satu, koperasi UMKM, LPK, dan praktik dokter gigi di lantai dua. Harga sewa per kios sebesar Rp 2,5 juta per bulan untuk kios di bawah. Sedangkan di atas sebesar Rp 1,5 juta per bulan.

Saat masa peresmian dua tahun lalu, seluruh kios terisi penuh. Kebanyakan produk jenis UMKM, ketika itu ada kerja sama dengan Disperindagkop. Namun mereka hanya bertahan sekitar 6 bulan. Merasa berat dari sisi biaya sewa. Kini pihaknya berencana membangun kerja sama lagi dengan Dinas Koperasi, UMKM, dan Perindustrian. (gel/ms/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X