Slamet menjelaskan, sejak beberapa tahun terakhir, pengusaha sudah mengusulkan pemberlakuan klaster pengupahan. Artinya, penetapan upah minimum harus mengacu pada klasifikasi dan kualifikasi usaha. Sejauh ini masih menunggu pengesahan Gubernur. “Ini merupakan inovasi yang kami berikan sebagai dewan pengupahan,” tuturnya.
Sebab kemampuan perusahaan berbeda-beda. Sekarang ini dilakukan sama rata sehingga pengusaha kecil harus membayar karyawannya sama seperti perusahaan besar. Dampak lain dari tak berjalannya batas UMP perusahaan di Kaltim, adalah sulitnya memproses jaminan sosial. Pasalnya, dalam BPJS Ketenagakerjaan, perlindungan hanya diberikan terhadap karyawan yang dibayar sesuai UMP atau UMK (upah minimum kabupaten/kota). Bisa, tapi, sebagai peserta mandiri.
“Serikat Buruh saja setuju jika berlaku klaster untuk pengupahan. Hanya, pemerintah memang dari dulu tidak pernah setuju. Sudah dua tahun lalu diajukan, tapi tak kunjung ditanggapi,” ungkap Slamet. (aji/ndu/k18)