Produksi Turun, Pengusaha Sulit Ikuti UMP

- Kamis, 13 Februari 2020 | 11:10 WIB

BALIKPAPAN – Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun ini diproyeksikan masih belum bisa diterapkan semua sektor usaha. Sebab ketika upah cenderung naik, produksi justru menurun. Ini menjadi salah satu kendala pengusaha memberikan upah kepada pekerja.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim Slamet Brotosiswoyo mengatakan, pihaknya Rabu (12/2) mengumpulkan anggota Apindo Kaltim untuk melakukan rapat tertutup membahas masalah pengupahan. “Kondisi produksi turun, sedangkan upah tiap tahun terus naik. Kami ingin mencari jalan keluar untuk itu,” terangnya setelah menggelar rapat di (12/2) di Platinum Hotel Balikpapan.

Menurutnya, pengaturan upah menurut sektor harus dibicarakan. Sebab sumber ekonomi Kaltim mayoritas dari batu bara. Dan produksinya dan harganya terus turun. “Saya lupa pastinya berapa, namun untuk contoh di Berau, usaha sektoral paling besar dari batu bara. Ada upah per sektor. Harusnya dibahas dari dewan pengupahan provinsi dan kota atau kabupaten,” bebernya.

“Dari situ nanti dibahas juga dengan asosiasi. Misal sektor pertambangan batu bara. Di situ diatur berapa harusnya upah sekarang melihat produksi turun,” sambungnya.

Alhasil, banyak karyawan kontrak. Tidak permanen. Dari pada mereka mengeluarkan budget lebih. Mereka lebih baik melakukan atau mencari karyawan kontrak. Perkebunan contohnya, kelapa sawit berproduksi lima tahun sekali, untuk membayar karyawan dari mana. Oleh karena itu, industri CPO banyak menggunakan karyawan borongan.

Saat ini, kata dia, di perusahaan kecil, menengah hingga besar, berlaku patokan yang sama atas batas pengupahan ini. Kondisi tersebut dinilai sangat merugikan pengusaha kecil. Karenanya, perlu pertimbangan untuk tak memukul rata UMP kepada setiap perusahaan. Jika setiap tahun UMP Benua Etam terus naik dengan angka yang signifikan, dia menyebut, akan semakin banyak perusahaan yang tak mampu membayar upah sesuai standar.

Slamet menjelaskan, sejak beberapa tahun terakhir, pengusaha sudah mengusulkan pemberlakuan klaster pengupahan. Artinya, penetapan upah minimum harus mengacu pada klasifikasi dan kualifikasi usaha. Sejauh ini masih menunggu pengesahan Gubernur. “Ini merupakan inovasi yang kami berikan sebagai dewan pengupahan,” tuturnya.

Sebab kemampuan perusahaan berbeda-beda. Sekarang ini dilakukan sama rata sehingga pengusaha kecil harus membayar karyawannya sama seperti perusahaan besar. Dampak lain dari tak berjalannya batas UMP perusahaan di Kaltim, adalah sulitnya memproses jaminan sosial. Pasalnya, dalam BPJS Ketenagakerjaan, perlindungan hanya diberikan terhadap karyawan yang dibayar sesuai UMP atau UMK (upah minimum kabupaten/kota). Bisa, tapi, sebagai peserta mandiri.

“Serikat Buruh saja setuju jika berlaku klaster untuk pengupahan. Hanya, pemerintah memang dari dulu tidak pernah setuju. Sudah dua tahun lalu diajukan, tapi tak kunjung ditanggapi,” ungkap Slamet. (aji/ndu/k18)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X