Tidak Ada Laporam FTF Ingin Pulang, Pemerintah Tegaskan Tolak Mantan Teroris

- Kamis, 13 Februari 2020 | 10:20 WIB
Mahfud
Mahfud

JAKARTA– Keputusan tidak memulangkan WNI eks ISIS atau foreign terrorist fighters (FTF) ke Indonesia sudah bulat. Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD menegaskan, pemerintah tidak akan memulangkan mantan teroris. Apalagi yang asal-usulnya tidak jelas seperti FTF yang saat ini dilaporkan berada di Syria dan beberapa negara Timur Tengah lain.

Mahfud menyampaikan itu saat diwawancarai oleh awak media di Jakarta kemarin (12/2). ”Yang sudah gabung dengan teroris mau dipulangkan untuk apa,” kata dia. Menurutnya, negara pasti hadir apabila ada WNI yang terlantar di luar negeri. Namun demikian, itu tidak berlaku bagi teroris atau yang sudah pernah jadi bagian kelompok teroris. Sebab, mereka dinilai sudah tidak lagi bersedia menjadi WNI.

Salah satu buktinya, kata Mahfud, mereka berani membakar paspor. Dokumen yang sangat penting bagi WNI di luar negeri. ”Bahkan nantang-nantang itu,” ujarnya. Menurut dia, sebelumnya pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah pernah mengirim orang untuk memastikan keberadaan para FTF asal Indonesia. Namun, tidak pernah bisa bertemu langsung dengan mereka.

Data FTF yang berangkat dari Indonesia sebanyak 689 orang yang dibeber Mahfud usai rapat terbatas di Istana Bogor Selasa (11/2) berasal dari sumber-sumber pemerintah. Di antaranya Central Intelligence Agency (CIA), palang merah internasional atau International Committee of The Red Cross (ICRC), dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). ”Mereka (FTF) kan menghindar dari kita,” imbuhnya.

Karena itu, orang-orang BNPT yang dikirim pemerintah juga tidak pernah bertemu langsung dengan mereka. ”Kan ndak pernah menampakan diri. Paspornya dibakar,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. Selama ini, masih kata Mahfud, perwakilan pemerintah di negara-negara yang di tempati FTF asal Indonesia juga tidak pernah mendapat laporan maupun permintaan yang menyatakan mereka ingin pulang.

Laporan yang diterima dari sumber-sumber pemerintah hanya menyebutkan ada FTF asal Indonesia. Tidak lebih dari itu. Kalau pun ada yang melaporkan diri untuk meminta pulang, pemerintah sudah menutup pintu bagi eks anggota ISIS tersebut. Kecuali, lanjut Mahfud, anak-anak. ”Kalau ada, silakan lapor. Ini nggak ada,” imbuhnya. Karena itu, sampai kemarin, belum ada langkah lanjutan pasca pemerintah mengambil keputusan.

Pejabat yang pernah bertugas sebagai menhan itu pun menekankan kembali keputusan pemerintah terkait FTF asal Indonesia. Yakni menjamin rasa aman bagi masyarakat Indonesia, tidak memulangkan FTF di mana pun saat ini mereka berada, dan mendata kembali. ”Mendatanya itu kan dari lembaga-lembaga internasional, datanya itu tidak teridentifikasi jumlah sekian, ini sekian gitu lho,” bebernya.

Saat di kompleks Istana kepresidenan Jakarta, Mahfud memastikan bahwa pemerintah sudah mengantisipasi bila ada FTF yang coba masuk Indonesia lewat jalur tikus. ’’Yang problem itu kalau mereka ada yang menyembunyikan paspor, paspornya pura-pura dibakar, lalu lewat jalur gelap melalui negara bebas visa untuk masuk ke Indonesia,’’ tuturnya.

Potensi masuk lewat cara itu juga sudah diantisipasi. Namun, Mahfud menolak membeberkannya. Karena bila dijelaskan, mereka akan mencari cara lain untuk masuk ke Indonesia. Yang terpenting, pemerintah sudah punya cara untuk mencegah FTF masuk ke Indonesia.

Di sisi lain, mengenai penanganan anak-anak kombatan, pemerintah akan melihatnya per kasus. Kalaupun ada yang dipulangkan, usianya masih di bawah 10 tahun. Penanganannya juga tidak dengan deradikalisasi. Karena mereka dianggap belum terpapar.

’’Kalau umur (di bawah) 10 tahun belum mengerti, tapi istilah UU itu di-kontraradikalisasi,’’ tambahnya tambahnya tanpa menjelaskan perbedaan dengan program deradikalisasi. Yang jelas, deradikalisasi hanya untuk mereka yang sudah terpapar. Sementara, untuk anak-anak, dilakukan kontraradikalisasi.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa pemerintah mengutamakan keamanan 267 juta rakyat Indonesia dalam jangka panjang. ’’Oleh sebab itu pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan orang-orang yang ada di sana, ISIS eks WNI,’’ terangnya usai melantik Kepala Bakamla di Istana Negara kemarin.

Selain itu, lanjut Jokowi, dia juga memerintahkan agar 689 orang yang sudah terdata itu diidentifikasi secara mendalam. Siapa saja mereka, dari mana asalnya, selengkap mungkin. ’’Sehingga cegah tangkal itu bisa dilakukan di sini kalau data itu dimasukkan ke imigrasi,’’ lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Mengenai pemulangan anak-anak, Jokowi mengakui bahwa pemerintah memang masih membuka peluang bagi anak-anak yatim maupun yatim piatu untuk kembali. Khususnya yang masih berusia di bawah 10 tahun. Namun, untuk saat ini keberadaan mereka belum bisa dipastikan. Itulah nanti fungsi dari identifikasi dan verifikasi.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X