Bank data dan administrasi transaksi tanah tak terkelola dengan baik, sehingga gampang disengketakan.
==================
BALIKPAPAN – Ulah oknum mafia tanah membuat Pemkot Balikpapan khawatir. Sejumlah langkah telah ditempuh. Untuk membatasi ruang gerak oknum yang diduga menguasai tanah di Kota Minyak. Termasuk memperkuat regulasi melalui revisi peraturan daerah tentang izin membuka tanah negara (IMTN).
Kekhawatiran akan mafia tanah di Balikpapan itu juga disampaikan Wali Kota Rizal Effendi ke pemerintah pusat. Dia mengaku sudah berulang kali menyampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo. Juga kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djajil. Pun Menteri Perencanaan Pembangunan (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas) saat dijabat Bambang Soemantri Brodjonegoro.
“Kami minta BPN diperkuat, baik personel maupun sistem. Supaya bisa mengantisipasi berbagai persoalan pertanahan. Khususnya di Balikpapan,” terang dia saat ditemui Kaltim Post seusai Sidang Paripurna Istimewa HUT ke-123 Balikpapan, Jumat (7/2).
Keluhan itu sangat berdasar. Apalagi, tanah milik Pemkot Balikpapan acap digugat warganya sendiri lantaran buruknya administrasi pengelolaan aset milik daerah. Warisan pemerintahan tempo dulu. Membuka ruang bagi oknum yang menguasai tanah milik pemerintah daerah dan mengakibatkan muncul sertifikat ganda pada lahan milik Pemkot Balikpapan.
Saat bergulir di meja hijau, Pemkot Balikpapan juga sering kalah. Indikasi itu terlihat saat gugatan atas lahan Pasar Klandasan di Cemara Rindang, lalu Taman Bekapai hingga eks Pelabuhan Somber di Balikpapan Utara.
Untuk pembayaran ganti rugi Cemara Rindang, Pemkot Balikpapan harus membayar Rp 79 miliar kepada lima ahli waris dari Datuk Abdurahman. Sementara pada kasus Taman Bekapai, menurut putusan MA, Pemkot Balikpapan harus membayar Rp 15 miliar kepada ahli waris (alm) Abdul Rasyid.
Ganti rugi pembayaran eks Pelabuhan Somber Km 3 kepada ahli waris (alm) Daeng Toba sebesar Rp 13 miliar. Pembayaran itu ditanggung bersama Pemprov Kaltim. Yakni 40 persen (Rp 5 miliar) dibayar oleh Pemkot Balikpapan dan 60 persen (Rp 8 miliar) ditanggung pemprov.
“Dulu proses pertanahan kita banyak kelemahan. Penyimpanan data dan administrasi pembelian tidak tersimpan dengan baik. Jadi, orang dengan mudahnya menggugat tanah kita,” keluhnya.
Sembari itu, penguatan regulasi melalui peraturan daerah juga dilakukan. Dengan melakukan revisi Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang IMTN. Melalui aturan keberadaan segel yang digantikan IMTN sebagai dasar penerbitan sertifikat hak milik oleh BPN. Sebab sebelumnya, kepemilikan segel sering menimbulkan tumpang tindih kepemilikan lahan di Balikpapan.
“Sekarang masih kami lakukan pembahasan. Dengan mengumpulkan kelemahan dalam perda IMTN. Apakah ada pasal yang dihapuskan atau diperbaiki lagi. Agar persoalan pertanahan yang sebelum tidak terulang,” kata dia.
Wakil Ketua DPRD Kota Balikpapan Thohari Aziz mengakui permasalahan pertanahan memang momok yang belum bisa dituntaskan saat ini. Karena itu, perlunya menyusun penguatan regulasi khusus agraria tersebut. Dengan merevisi Perda tentang IMTN yang diterbitkan sejak 2014.
“Saat ini sudah berjalan di Bapemperda (badan pembentukan perda) DPRD. Ada beberapa pasal yang akan direvisi,” kata dia.