Ferry Fadzlul Rahman MH Kes med
Dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
WABAH penyakit menular jadi masalah bagi semua manusia. Virus corona (2019n-CoV), epidemi yang merebak luas berawal dari Wuhan, Tiongkok, sejak Desember 2019, hingga kini jumlah kasus terus bertambah. Bahkan, sudah sampai Korea Selatan, Jepang, Taiwan, dan tidak menutup kemungkinan menyebar ke Indonesia.
Sekian banyak kasus yang terjadi merupakan contoh munculnya penyakit menular bisa dengan mudah meloncati batas negara. Itu sebabnya koordinasi komunitas internasional untuk mencegah penyebaran penyakit menular sangat diperlukan.
Globalisasi memengaruhi pembentukan kembali bentuk hukum internasional dalam kebijakan kesehatan masyarakat kontemporer.
Globalisasi adalah proses peningkatan ekonomi, politik dan saling ketergantungan sosial, dan integrasi global yang terjadi atas modal, barang yang diperdagangkan, orang, budaya, konsep, gambar, ide-ide, dan nilai-nilai difus melintasi batas-batas nasional. Itu menjelaskan perkembangan internasional dalam hal tukar menukar dan saling ketergantungan.
Regulasi Kesehatan Internasional/International Health Regulations 2005 (selanjutnya disebut IHR 2005) merupakan salah satu instrumen hukum legal atau kerangka hukum internasional universal yang lebih bersifat soft law, yang bertujuan mencegah, memberikan perlindungan, mengendalikan penyebaran penyakit secara internasional, sesuai dengan terbatas pada faktor risiko yang dapat mengganggu kesehatan; dengan sesedikit mungkin menimbulkan hambatan pada lalu lintas dan perdagangan internasional.
Indonesia sebagai negara anggota wajib mengimplementasi ketentuan IHR 2005 tersebut ke dalam hukum positif Indonesia dalam waktu lima tahun sejak diberlakukannya 15 Juni 2007. IHR 2005 memuat kerangka untuk pengamatan, investigasi, notifikasi, dan pengendalian wabah yang mengancam internasional.
Pada prinsipnya, IHR 2005 dijalankan secara universal, untuk melindungi seluruh dunia dari ancaman penyakit dengan menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi, dan kebebasan hakiki manusia. Kajian ilmu terhadap ancaman penyakit dikenal dengan epidemilogi. Penekanan dilakukan terhadap distribusi dan frekuensi penyakit dan berbagai faktor yang dapat menyebabkan sakit tersebut. Epidemiologi memerlukan rangkaian kegiatan dalam hal pengumpulan, pengolahan, dan analisis data secara sistematis untuk kepentingan kesehatan masyarakat, serta penyebaran informasi secara tepat waktu untuk penilaian dan pengambilan tindakan sesuai kebutuhan. Dalam IHR 2005 disebut surveilans (pengamatan).
Khusus pada regulasi internasional itu, pendekatan surveilans lebih ditekankan pada kejadian yang berdampak luas, cepat, serta membahayakan kesehatan masyarakat yang merupakan kejadian luar biasa (KLB). Dalam hal ini, negara anggota diwajibkan mengembangkan, memperkuat, dan memantapkan sesegera mungkin kemampuan untuk mendeteksi, menilai, memberitahukan, dan melaporkan dalam waktu kurang dari lima tahun.
Dalam IHR 2005, telah diatur kapasitas sumber daya, waktu, dan fasilitas yang harus dimiliki puskesmas sampai tingkat pusat dalam hal menanggapi adanya KLB.
Indonesia telah memiliki focal point untuk melakukan komunikasi kepada WHO, dan sektor yang terkait dengan pelaksanaan IHR tentang perkembangan potensi penyakit menular. Focal point nasional diamanatkan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan.