Dampak Perubahan Air Sungai Seratai, Hasil Tangkapan Menurun

- Selasa, 4 Februari 2020 | 13:12 WIB
CARI SOLUSI: Seluruh OPD terkait membahas perubahan warna di DAS Kandilo dan sekitarnya.
CARI SOLUSI: Seluruh OPD terkait membahas perubahan warna di DAS Kandilo dan sekitarnya.

TANA PASER - Perubahan warna air di daerah aliran sungai (DAS) Kandilo dan sekitarnya seperti Sungai Seratai, ternyata berdampak pada lingkungan sekitar. Pemkab Paser membahas kondisi ini bersama Forum DAS Paser, serta seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Paser menyebut ada tiga penyebab perubahan warna yang ramai diperbincangkan warga beberapa pekan terakhir. Diantaranya karena pembukaan lahan beserta saluran drainase, penggunaan pupuk di bidang pertanian dan perkebunan, dan pasca kebakaran hutan dan lahan (karhuta).

" Karakteristik lahan di Kalimantan termasuk di Kabupaten Paser adalah lahan dengan tingkat kemasaman yang tinggi. Pembukaan lahan dan hutan menyebabkan tersingkapnya lapisan tanah yang masam dan adanya saluran air menyebabkan partikel tanah mudah terbawa oleh air hujan sehingga masuk ke perairan sungai," ujar Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Paser Achmad Safari. 

 Kondisi seperti ini yang terjadi di Sungai Seratai dimana air masam dari lahan, rawa dan hutan yang telah terbuka masuk ke Sungai Seratai. Intensitas curah hujan yang tinggi semakin mempercepat proses masuknya air asam dalam jumlah besar ke sungai. Serta banyaknya volume air masam yang masuk ke Sungai Seratai dapat diketahui dari pH air. pH air di Sungai Seratai sangat masam di angka 3,49 pada hilirnya (sebelum pertemuan dengan Sungai Kandilo) hal ini berarti sungai telah dipengaruhi oleh banyaknya volume air masam yang masuk sungai.

Terlarutnya pupuk ke sungai kata Safari juga diduga sebagai sumber dari keadaan ini. Bahan yang terkandung dalam pupuk merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme air termasuk ganggang hijau. Keberadaan pupuk dan pestisida bersumber dari lahan pertanian (sawah) dan kebun yang banyak terdapat disepanjang sungai. Penggunaan pupuk secara berlebih, dan tidak mengindahkan kelestarian ekosistem menyebabkan sebagian pupuk terbawa air hujan masuk ke badan Sungai Seratai. Dan dampak karhuta tahun lalu, juga mengakibatkan wilayah yang terbakar kehilangan banyak pohon sebagai pelindung. 

"Saat kebakaran, tanah mengalami proses humifikasi sehingga menghasilkan asam humat atau humus. Asam humat bisa dibilang sebagai penyubur atau pupuknya tanah. Sehingga saat musim hujan tiba, air hujan langsung bersentuhan dengan tanah dan dapat membawa partikel tanah termasuk kandungan asam humat yang ada ikut terbawa menuju sungai.

Dari perairan, asam humat memicu pertumbuhan tumbuhan air dan mikroorganisme air seperti eceng gondok dan ganggang hijau. Ganggang hijau inilah yang menyebabkan air Sungai Seratai berubah warna menjadi hijau," terang Safari.

Sekretaris Dinas Perikanan Paser Sisman mengatakan bidang perikanan yang paling terkena dampak dari perubahan air sungai ini. Di Desa Sempulang, Kecamatan Tanah Grogot, belum lama ini pihaknya mendapat laporan dari nelayan setempat bahwa hasil tangkapan mereka menurun pasca perubahan warna sungai yang berdampak pada pencemaran itu.

" Kami harap ada konsep penanganan untuk pencemaran ini yang didukung oleh semua stakeholder," ujar Sisman.

 Sementara Ketua Forum DAS Kandilo, Hamransyah mengatakan perlu ada pemetaan oleh pemerintah daerah terkait penanganan DAS. Yang didukung dengan penelitian lebih dulu dari hulu ke hilir. " Setiap perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan harusnya memiliki daerah khusus resapan air. Kita perlu segera membuat perda yang mengatur keberadaan DAS kita agar terjaga dan bebas pencemaran lingkungan. Banyak perusahaan yang melanggar tatanan lingkungan tapi tidak dikenakan sanksi," ujar anggota DPRD Paser Fraksi Gerindra itu. 

 Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Paser Ina Rosana mengatakan perlu adanya penilaian kepada perusahaan terkait aktivitasnya selama ini yang berkaitan dengan lingkungan. Untuk penelitian DAS Kandilo, akan segera diarahkan Bapelitbang untuk membuat perencanaan dan berkoordinasi dengan seluruh OPD terkait.

 " Perlu penelitian mendalam untuk aktivitas dari hulu ke hilir di Sungai Kandilo ini. Setiap harus saling berkoordinasi agar Perda yang dibuat nantinya bisa sinkron," kata Ina. 

Kabid Prasarana, Sarana dan Penyuluhan Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Paser, Arya Widhiyasa mengatakan ada 1.100 hektare lahan pertanian dan 52 kelompok tani yang terancam dari perubahan air sekitar sungai Seratai tersebut, hasil produksi petani bisa berpengaruh jika kualitas air yang mengaliri pertanian tercemar. 

" Ini masih 10 persen dari total areal pertanian yang akan kita kembangkan pada 2020 ini seluas 12.000 hektare dari provinsi," terangnya. (/jib)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X