SENDAWAR - Ratusan hektare lahan warga Kampung Lotaq, Kecamatan Muara Lawa, diduga diserobot salah satu perusahaan sawit dari Kecamatan Bentian Besar, Kubar, itu. Mewakili warga, kuasa hukum warga Lotaq, Pius Erick Nyompe yang juga anggota Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, mengatakan sudah dilakukan peninjauan lapangan bersama Pemerintah Kampung Lotaq dan muspika setempat.
Pertemuan itu dihadiri pihak perusahaan. Namun, belum ada kesepakatan. “Kami tetap meminta untuk ganti rugi lahan yang sudah dirusak perusahaan," terang Pius.
Dia menjelaskan, meski rapat mediasi sudah dilakukan beberapa hari lalu terkait lahan yang sudah rusak didorong oleh PT Kreatif Jaya Mandiri (KJM) atas perintah PT BCPM di Kecamatan Bentian Besar.
“Setelah dicek di lokasi, ternyata kegiatan perusahaan sudah melewati batas Kampung Penarong dan masuk wilayah Kampung Lotaq,” tukasnya.
Menurut Pius, atas kuasa hukum kepadanya, perusahaan dituntut membayar denda adat terhadap penyerobotan lokasi wilayah Kampung Lotaq. Yakni, ketidaknyamanan masyarakat Lotaq dengan adanya kegiatan perkebunan kelapa sawit itu.
Ditambahkannya, warga pemilik lahan menuntut atas kerusakan lahan mereka dengan denda adat kepada pihak perusahaan. Berdasarkan rapat tersebut dalam berita acara dituliskan kesepakatan agar semua aktivitas kegiatan land clearing perusahaan dinyatakan stop sebelum penyelesaian denda adat.
“Denda adat terhadap penyerobotan wilayah Kampung Lotaq oleh perusahaan itu totalnya Rp 650 juta. Belum termasuk tuntutan masyarakat pemilik lahan yang dirusak atau diserobot senilai Rp 700 miliar,” bebernya.
Dirinya juga sangat menyayangkan pemerintah yang kurang mengerti aturan terkait pembukaan lahan sawit baru yang sudah tidak ada lagi. Hal itu berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018.
“Yaitu, penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Kenapa sekarang ini masih ada pembukaan lahan perkebunan sawit oleh perusahaan,” urainya.
Selain itu, pihaknya menduga kuat penyerobotan lahan di Kampung Lotaq oleh perusahaan itu tak punya izin prinsip, HGU, serta amdal. Kondisi itu telah bertentangan dengan UU No 8/2018.
“Penyerobotan lahan waga Kampung Lotaq terjadi sejak 14 Januari 2020. Kami berharap pemerintah turun tangan menyelesaikan masalah ini,” tandasnya. (rud/kri/k16)