SAMARINDA–Ardiansyah dan Taufiq Susanto gamang mendengar putusan majelis hakim atas perkara rasuah yang membelitnya. Keduanya tak menyangka tugas pemusatan daerah atlet disabilitas jelang Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) 2012 lalu berakhir dengan hukuman bui.
Apalagi, si penanggung jawab penerima hibah di National Paralympic Committee (NPC) pada 2013 itu tak terseret bersama keduanya jadi pesakitan di Pengadilan Tipikor Samarinda. “Menjatuhkan putusan selama 8 tahun pidana penjara untuk terdakwa Ardiansyah dan pidana penjara selama 6 tahun untuk Taufiq Susanto,” ucap majelis hakim yang dipimpin Lucius Sunarto bersama Burhanuddin dan Anggraini, (30/1).
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum Agus yang menuntut Ardiansyah selama 10 tahun dan Taufiq Susanto selama 8 tahun pidana penjara. Menurut majelis hakim, keduanya terbukti memanipulasi laporan pertanggungjawaban (LPj) pemusatan latihan daerah NPC.
Dari hibah senilai Rp 18 miliar yang diterima NPC, rencana kebutuhan biaya (RKB) pelatihan disusun, terdapat Rp 8,5 miliar yang akan digunakan untuk pemusatan latihan (puslat) itu, dari sewa penginapan dan tempat pelatihan hingga konsumsi atlet.
Karena puslat ini ditempuh sebelum anggaran cair, pembayaran sudah lunas lewat dana talangan pihak ketiga dan total biaya sewa dan makan di PSBB MAN 2 hanya Rp 487 juta. “Terdakwa Ardiansyah justru menggelembungkan harga pembayaran sewa tempat itu sebesar Rp 1,499 miliar,” sebutnya.
Sementara biaya konsumsi, untuk menghindari pengadaan kegiatan ini melalui lelang. Terdakwa Ardiansyah memecah pengadaan konsumsi jadi 16 item dengan nominal di bawah Rp 200 juta. Majelis hakim pun membebankan kerugian negara yang timbul Rp 3,6 miliar ke terdakwa Ardiansyah subsider 1 tahun pidana penjara. “Karena semua penyusunan diatur terdakwa,” tutupnya.
Atas putusan itu, kuasa hukum kedua terdakwa Suhadi Syam memilih pikir-pikir ajukan banding. “Kami telaah dulu putusan hakim, baru tentukan sikap banding atau tidak,” singkatnya. (ryu/dns/k8)