Krakatau Steel Restrukturisasi Utang

- Rabu, 29 Januari 2020 | 13:09 WIB
Erick Thohir dalam public expose.
Erick Thohir dalam public expose.

JAKARTA – PT Krakatau Steel Tbk berhasil merestrukturisasi utang senilai USD 2,2 miliar atau sekitar Rp 31 triliun. Restrukturisasi utang itu disebut sebagai yang terbesar di Indonesia. Seluruh kreditor sepakat sejak 12 Januari 2020. Penandatanganan persetujuan pembiayaan tersebut dilakukan untuk mendukung rencana transformasi bisnis dan keuangan Krakatau Steel sehingga menjadi lebih sehat.

Beban bunga dan kewajiban pembayaran pokok pinjaman menjadi lebih ringan sehingga membantu perbaikan kinerja dan memperkuat cash flow perusahaan. Proyek restrukturisasi tersebut berlangsung selama sembilan tahun (2019–2027). Dalam jangka panjang, diharapkan operasi perusahaan menjadi lebih baik.

”Melalui restrukturisasi ini, total beban bunga selama sembilan tahun utang dapat diturunkan secara signifikan dari USD 847 juta menjadi USD 466 juta. Selain itu, penghematan biaya kita dapatkan dari restrukturisasi utang selama sembilan tahun USD 685 juta,” ujar Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim dalam acara Public Expose di Kementerian BUMN (28/1).

Restrukturisasi utang tersebut melibatkan 10 bank nasional, swasta nasional, dan swasta asing. Untuk langkah selanjutnya, perseroan juga mendorong agar dilakukan dukungan kebijakan regulasi impor baja. Regulasi itu merupakan hal terpenting lainnya untuk mendukung pertumbuhan industri baja yang sehat. Impor baja saat ini sudah menghantam industri nasional dari hulu hingga hilir. ”Kondisi ini jika diteruskan pada akhirnya Indonesia hanya akan menjadi konsumen pengguna baja dari luar negeri dan akan semakin menekan defisit neraca perdagangan,” ujarnya.

Pada 2018, volume impor baja mencapai angka 6,3 juta ton, naik 6,7 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, besi dan baja tercatat menjadi komoditas impor terbesar ke-3, yakni dari total importasi dengan nilai USD 10,25 miliar, dan telah mengakibatkan defisitnya neraca perdagangan RI.

Sampai September 2019, importasi besi dan baja telah mencapai 5 juta ton dan diestimasi akan mengalami kenaikan sampai 6,7 juta ton sampai akhir 2019 (meningkat 7,5 persen dari 2018 sebesar 6,3 juta ton). Hingga September 2019, besi dan baja masih menempati posisi 3 besar komoditas impor yang masuk ke Indonesia dengan nilai USD 7,63 miliar.

Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan imbauan tegas pada Krakatau Steel untuk memikirkan langkah kontinu setelah dilakukannya restrukturisasi utang. Erick meminta agar bisnis Krakatau Steel berkelanjutan dan terfokus dalam mengelola produksi baja di tanah air. Salah satu jalannya, mendorong inovasi dan tak ragu untuk berkolaborasi dengan pihak lain seperti yang telah dilakukan dengan Posco dan Lotte Chemical. ”Saya tidak mau restrukturisasi terbesar dalam sejarah Indonesia hanya jadi banner. Tapi, bagaimana secara operasionalnya ke depan, itu yang ingin saya pastikan kawal,” tegas Erick. (agf/c12/oki)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X