Jika Pemerintah Bentuk DKN, Menko Polhukam Diusulkan Dibubarkan

- Selasa, 28 Januari 2020 | 10:40 WIB

JAKARTA- Rencana pemerintahan membentuk Dewan Keamanan Nasional (DKN) mendapat penolakan dari banyak kalangan. Pasalnya, keberadaan DKN dinilai akan tumpang tindih dengan lembaga yang sudah existing saat ini.

Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris mengatakan, berdasarkan informasi yang dia himpun, fungsi DKN nantinya akan memberikan masukan kepada presiden terkait situasi keamanan. Selain itu, DKN juga akan berfungsi sebagai lembaga koordinasi dalam tata kelola keamanan.

Charles menilai, saat ini sudah ada lembaga yang menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Yakni Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) yang bertanggung jawab atas fungsi koordinasi. Sementara pemberi masukan sudah ada Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) hingga Kantor Staf Kepresidenan (KSP).

"Presiden sudah punya supporting sistem yang cukup," ujarnya di Kantor Komnas HAM, Jakarta, (27/1).

Jika dipaksakan, politisi PDIP itu menyebut bukan hanya terjadi tumpang tindih kewenangan. Namun juga tidak efisien dari segi birokrasi dan anggaran. Hal itu bertentangan dengan agenda reformasi birokrasi yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. "Bu Sri Mulyani teriak-teriak terus ga punya uang," imbuhnya.

Namun, jika DKN pada akhirnya dipaksakan dibentuk, Charles menyebut pemerintah perlu mempertimbangkan pembubaran Kemenkopolhukam. "Kalau dipaksakan ga ada salahnya keberadaan Menkopolhukam dipertimbangkan ulang," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menambahkan, dibanding membentuk lembaga baru, sebaiknya pemerintah memaksimalkan keberadaan lembaga yang ada. Sebagai contoh, jika keberadaan Kemenkopolhukam kurang maksimal dalam fungsi koordinasi, maka itu yang ditingkatkan.

Dia menambahkan, argumentasi soal sejumlah negara yang membentuk DKN tidak sepenuhnya dibenarkan. Sebagai contoh, Amerika Serikat membentuk DKN karena memang belum ada lembaga yang berfungsi koordinasi di sektor keamanan. “Amerika tidak punya Menkopolhukam,” kata dia.

Selain keberadaannya yang tidak perlu, proses yang dijalankan pemerintah juga tidak ideal. Pasalnya, pembentukan lembaga yang semestinya melalui proses perundang-undangan dikerdilkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres).“Kalau berbentuk perpres, presiden bisa bentuk kapanpun yang dia mau,” ujarnya.

Imbasnya, prinsip partisipasi public nyaris tertutup. Beda halnya dengan Undang-undang yang relatif lebih partisipatif. “Pemerintahan harus terbuka dalam pembahasan ini,” imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Kepresidenan Mufti Makaarim menjelaskan, semua masukan ataupun kritik yang disampaikan DPR maupun masyarakat sipil akan ditampung. “Segala kritik masih terbuka untuk disampaikan,” ujarnya.

Soal desain kelembagaan DKN akan seperti apa, dia belum bisa memastikan. Pasalnya, saat ini proses penyusunan sedang dilakukan oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). “Belum ada draf selesai sampai hari ini,” ungkapnya. Dia berjanji pemerintah akan membuka proses dialog dengan publik. (far)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Desak MK Tak Hanya Fokus pada Hasil Pemilu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:36 WIB

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB
X