ROBAYU/KP
NILAI KANDIDAT: Pola tata ruang yang semrawut berujung banjir masih jadi isu utama yang disorong para kandidat Pilkada Samarinda. Hal itu tergambar dalam diskusi publik garapan PWI Kaltim, kemarin.
Buruknya tata ruang yang bermuara pada masalah klasik Kota Tepian masih jadi komoditas renyah yang didagangkan ketika pilkada tiba. Segudang wacana untuk membenahinya masih sebatas skema di atas kertas.
ROBAYU, Samarinda
PILKADA Samarinda sudah di depan mata. Berbagai figur hadir menghiasi kontestasi mencari sosok yang layak duduk jadi orang nomor wahid di Samarinda. Otak-atik koalisi hingga mencari pasangan duet pun mulai mengerucut. Kini, saatnya publik mencari tahu hal apa saja yang mampu diusung para figur tersebut untuk membawa perubahan bagi Samarinda.
Diskusi publik bisa jadi salah satu kanal untuk mengevaluasi seperti apa wajah visi-misi yang akan diusung para kandidat wali dan wakil wali kota Samarinda. Zairin Zain dan Sarwono misalnya, duet yang optimis maju lewat jalur independen ini menilai semrawutnya rencana tata ruang wilayah (RTRW) menjadi hulu dari permasalahan klasik yang membelit Samarinda. Dari banjir, macet, hingga padatnya permukiman.
“Dari banyaknya lubang tambang yang tak direklamasi hingga penyempitan anak sungai karena permukiman yang tak terkontrol,” ucap Sarwono, calon wakil wali kota dalam diskusi publik yang dihelat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, kemarin (26/1).
Dana jaminan reklamasi yang hingga kini tak jelas keberadaannya membuat banyaknya lubang bekas tambang tak terurus serta minimnya tindak tegas ke pengusaha emas hitam yang melanggar dinilainya menambah keruh masalah Ibu Kota Kaltim ini.
Senada, Zairin Zain pasangannya, merasa masalah utama pemerintah kini minimnya keterbukaan informasi ihwal RTRW. Padahal, RTRW ini jadi panduan menata wajah kota. Penempatan hingga pembagian fungsi setiap wilayah perlu sejurus dengan panduan yang sudah disusun. Dengan terbuka luasnya panduan tata ruang ini, pemerintah tentu akan lebih mudah terkawal dalam implementasinya. “Karena publik turut memantau dan mengawal agar sesuai peruntukannya,” imbuh dia.
Sayangnya, berbagai figur yang berserak balihonya seantero Samarinda, hanya duet jalur independen ini plus Andi Harun yang hadir dalam diskusi publik tersebut. Pria yang akrab disapa AH ini punya pandangan sendiri untuk mewujudkan Samarinda yang lebih layak huni. Kebergantungan dengan anggaran membuat kinerja pemerintah cekak tak bisa leluasa bekerja. “Sudah saatnya beralih pola pikir, bisa lewat public private partnership (PPP). Membangun kota tak hanya bersumber dari satu kanal,” ucapnya.
Pola tersebut tentu bukan barang baru untuk menjalankan pemerintah di Kaltim. Medio 2016, Gubernur Kaltim periode 2013–2018 menerapkan konsep ini. Solusi lain yang ditawarkannya menyalin dari program 200 juta (Produta) yang diterapkan Neni Moernaeni dan Basri Rase di Bontang. Bedanya, konsep yang diusung AH mendistribusikan bantuan Rp 100–300 Juta per RT per tahun. “Penguatan seperti ini haruslah dari yang paling dasar,” bebernya.