SAMARINDA-Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyambangi Samarinda kemarin (22/1). Doni melakukan rapat koordinasi dengan Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang dan Gubernur Kaltim Isran Noor. Doni menyoroti kebencanaan di provinsi ini, tak terkecuali Samarinda yang baru saja tergenang banjir.
Disebut Doni, dampak perubahan iklim mulai terasa. Saat ini, ketika musim kemarau tiba, durasi kekeringan semakin lama terjadi. Sementara bila musim penghujan, maka hujan bakal turun dengan intensitas tinggi dan jangka waktu yang lama.
“Terkait masalah banjir, akan sulit kita hindari sekarang dan nanti, jangan lihat ke belakang soal alih fungsi lahan. Tetapi lihat ke depan apa yang bisa kita lakukan. Penambahan vegetasi harus dilakukan, mengembalikan fungsi lahan menjadi daerah serapan air, membuat gerakan membersihkan saluran air, dan memperbaiki drainase,” papar Doni.
Dia mengingatkan, ketika bencana itu datang, pemerintah daerah harus turun ke lapangan, mengimbau, dan mengevakuasi warga yang rawan terjadi bencana di kawasan tersebut. Timbulnya korban jiwa biasanya diakibatkan warga yang enggan keluar rumah meninggalkan harta bendanya.
Sehingga, dia terjebak, sakit, dan mengakibatkan nyawa melayang. Ditambahkan Doni, bila perlu kepala daerah bisa memberi sanksi kepada warga yang tidak mau dievakuasi. Manajemen krisis itulah yang perlu diperdalam oleh pemerintah daerah.
Apalagi saat ini, ada alokasi dana tambahan untuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta penambahan sumber daya manusia (SDM) yang baik di BPBD, juga penambahan perlengkapan lapangan.
Sebelum melakukan pertemuan, Doni meninjau kawasan terdampak banjir di tiga RT di Pelita 6, Sambutan, Samarinda. Di kawasan itu, sekitar 80 hektare sawah milik lima kelompok tani, terendam banjir dan berakibat gagal panen.
“Kita lihat memang ada beberapa kawasan yang perlu perluasan air. Ada bottle neck di Sambutan. Saya sudah bincang dengan Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Widiarto. Beliau mengatakan, akan membicarakan ke dirjen Bina Marga untuk memperlebar gorong-gorong tersebut. Kalau tidak dilebarkan, daerah tersebut akan banjir terus,” papar Doni.
Penanganan banjir jangka pendek di Samarinda tidak hanya urusan normalisasi drainase dan pembuatan kolam retensi atau sumur resapan. Tetapi, juga peraturan yang melarang pengurukan tanah di kawasan banjir. Selanjutnya, dengan membuat waduk atau bendungan, upaya reboisasi dan konservasi lahan juga mesti diupayakan.
Namun, sayangnya kendala ketegasan instansi terkait, dan pembebasan lahan yang tak kunjung tunai, membuat proyek pengendalian banjir masih menemui rintangan. Kondisi Kota Tepian ini pun disampaikan Pemkot Samarinda ke BNPB. “Kondisi Samarinda yang dilihat. Risiko bencananya. Itu kerja sama dengan Universitas Mulawarman. Untuk kajian BNPB,” kata Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang.
Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan tahun ini diharapkan urusan kebencanaan di Kaltim bisa lebih baik. Sebab, tahun ini BNPB dapat Rp 4 triliun dari APBN. “Bisa dikucurkan ke Kaltim Rp 400 miliar. Anggaran pusat ke daerah bisa lebih proporsional. Akan kami gunakan sepenuhnya ke untuk kebencanaan Kaltim,” ucap Isran.
Di sisi lain, alasan kedatangan Doni ke Kaltim tak hanya Samarinda. Doni juga datang karena ibu kota negara (IKN) bakal pindah ke Kaltim. Pihaknya tengah melakukan kajian risiko kebencanaan di IKN. Diharapkan, tak lama lagi kajian ini bakal rampung. Namun, sejauh ini kawasan IKN di Kaltim yang paling aman dibanding kawasan lain. Meski masih ada risiko bencana.
Seperti risiko gempa, di kawasan IKN yakni di wilayah Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar), risiko gempanya kecil. Jikapun ada, hanya di bawah 5 skala Richter. Sedangkan, untuk kebakaran lahan, Kaltim memang rawan. Namun, lebih rendah dari Kalteng yang mencapai 330 ribu hektare. Kaltim hanya 64 ribu hektare. “Dibanding daerah lain, masih sangat kecil,” pungkas Doni. (nyc/rom/k15)