WASHINGTON DC – Raksasa aviasi Boeing akhirnya memberlakukan penangguhan produksi pesawat 737-Max. Pemberhentian pengerjaan generasi terakhir seri 737 itu diklaim bakal berlangsung enam bulan. Namun, publik sudah telanjur sangsi terhadap klaim perusahaan tersebut.
Menurut CNN, pabrik perakitan di Renton, Washington, sudah tak lagi beroperasi mulai Senin lalu. Pemberhentian itu datang satu bulan setelah Boeing mengumumkan keputusan tersebut. ”Saat ini prioritas utama kami adalah mengembalikan produksi 737-Max,” tulis Boeing seperti yang dilansir New York Times.
Di bawah kepemimpinan baru, perusahaan yang didirikan William Boeing itu lebih bertindak hati-hati. Mereka tak lagi mengungkapkan target tak masuk akal terkait kembalinya 737-Max di udara. Mereka hanya menargetkan penerbitan izin pesawat tersebut pada pertengahan 2020.
Hal tersebut jelas berbeda dengan perkiraan mantan CEO Dennis Muilenburg, yakni akhir 2019. Target pertengahan itu pastinya disusul dengan integrasi dengan jadwal komersial. Lalu, melatih kembali pilot untuk mengoperasikan 737-Max yang baru.
Kabarnya, izin terbang bisa didapat Boeing pada akhir kuartal 1 2020 jika Federal Aviation Administration (FAA) tak menemukan masalah baru. Namun, CEO baru Boeing David Calhoun tak ingin kembali mengingkari janji. ”Kami menyadari bahwa konsumen, pengambil kebijakan, dan pemasok merasa kecewa dengan situasi ini,” ungkap Boeing.
Proses evaluasi ulang 737-Max memang penuh dengan rintangan. Awalnya, pesawat tersebut dikandangkan karena sistem MCAS yang menyebabkan kecelakaan besar dalam penerbangan Lion Air dan Ethiopian Airlines. Cacat di sistem tersebut telah menewaskan 346 orang.
Namun, akhir tahun lalu Boeing menemukan masalah lain pada salah satu pesawat tercanggih mereka. Yakni, bundel kabel yang berisiko menciptakan korsleting. Bundel itu berada di beberapa titik, termasuk kompartemen listrik di bawah kokpit.
Karena itulah, FAA pun menolak untuk memberikan tenggat yang jelas terkait pemberian izin 737-Max. Saat ditanya, otoritas penerbangan AS itu mengatakan bahwa pihaknya lebih mementingkan keamanan daripada pertimbangkan ekonomi. ”Kami memastikan semua isu keamanan yang muncul akan diatasi,” ungkap FAA.
Soal dampak ekonomi, pemberhentian Boeing jelas akan menyakiti bisnis AS. Meski tak akan memecat pegawai, perusahaan yang menggantungkan diri untuk menyuplai Boeing kini ikut tergeret. Di antaranya, General Electric dan Spirit AeroSystems.
Menurut Agence France-Presse, Boeing sendiri harus mencari dana USD 10 miliar (Rp 136 triliun) untuk mempertahankan program 737-Max. Saat ini Boeing baru mendapatkan pinjaman USD 6 miliar (Rp 81 triliun) dari beberapa bank besar.
Pengeluaran tersebut terdiri atas kompensasi untuk keterlambatan pengiriman, pesawat yang tak bisa terbang, korban kecelakaan, hingga perawatan pesawat yang sudah diproduksi tetapi tak bisa diantarkan. Mereka juga butuh banyak uang untuk membela diri dalam gugatan yang sedang dilancarkan beberapa pihak, termasuk pilot.
”Boeing telah mengkhianati kepercayaan pilot dengan mengantar pesawat meski bermasalah,” ujar Jon Weaks, presiden Asosiasi Pilot Southwest Airlines, kepada Financial Times. (bil/c10/dos)