Biar Mudah, Petani Butuh Teknologi

- Kamis, 23 Januari 2020 | 09:42 WIB
HARUS DITOPANG: Lamando menunjukkan sawahnya yang berpotensi menjadi penopang pangan di Kutim dan Kaltim hingga IKN. LELA RATU SIMI/KP
HARUS DITOPANG: Lamando menunjukkan sawahnya yang berpotensi menjadi penopang pangan di Kutim dan Kaltim hingga IKN. LELA RATU SIMI/KP

SANGATTA–Intensitas hujan yang terjadi di Kutim mulai dikeluhkan petani padi, khususnya di Sangatta Selatan. Pihaknya tidak memiliki alat modern yang mampu memanen dengan mudah. 

Hasil padi yang dipanen berubah warna menjadi kemerahan. Tidak hanya itu, sulitnya memanen dengan manual, membuat petani membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengarit padi di sawah. "Sebelumnya sempat gagal panen, terlebih saat musim kemarau terus bendungan bocor. Tapi susah juga kalau musim hujan begini," ungkap Lamando saat disambangi harian ini belum lama ini.

Kerap dia kesulitan panen, tidak mudah seperti di Sulawesi yang sudah mengandalkan teknologi. Jadi, mampu menghasilkan 400 karung per harinya. Masing-masing karung berisi 60 kilogram. Berbeda dengan di Sangatta.

"Kami cuma pakai tenaga manusia, potong pendek pakai arit. Di Sulawesi itu pakai alat. Tidak sampai setengah hari selesai. Di sini (Kutim) lambat dan sedikit hasilnya," jelas dia.

Beda kontur sawah, menurut dia sangat memengaruhi. Cara manual memanen sangat berpengaruh pada lambannya proses memanen, sehingga sering kondisi padi siap panen tetapi tenaga tidak mumpuni.

Padahal, dia telah memberdayakan seluruh keluarga untuk berkecimpung. Namun, dalam waktu sepekan, dia hanya bisa mendapat maksimal 200 karung per 60 kilogram. Luas sawah sekitar 2 hektare (ha), dirasa tidak mampu jika hanya menggunakan tenaga manual. Lamando berharap, dinas terkait memberi bantuan alat agar proses tani lebih cepat dan maksimal. "Kalau hujan terus susah juga menjemur. Akhirnya rusak lagi gabah," katanya.

Petani di Kutim sebenarnya mampu menopang bahan pangan untuk daerah. Terlebih padi yang dihasilkan kualitas dan kuantitasnya cukup baik. Namun, terkadang kendala teknis memicu kegagalan panen. Tidak hanya cuaca, bendungan irigasi yang sempat bocor ikut memengaruhi. "Kalau untuk memenuhi makanan di sini pasti cukup. Banyak kok petani di Kutim," ungkapnya.

Namun, dia sempat kesulitan mencari bibit beras yang harus didatangkan dari Sulawesi. Itu pun hanya kebetulan saat dirinya pulang kampung. Jika berharap bibit dari dinas, hasilnya kurang maksimal. Alternatif lain yakni dengan membeli bibit dari petani di kecamatan lain.

"Dulu pernah dapat, tapi berasnya patah-patah. Jadi saya beli sendiri. Itu saja saya beli satu kuintal buat menanam besok," tuturnya. (*/la/dra/k8)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X