Tambang Dekat Benanga Disebut Tak Pengaruhi Waduk

- Selasa, 21 Januari 2020 | 14:24 WIB
TERTATIH TAMPUNG AIR: Meski disebut tak terimbas langsung oleh tambang, Waduk Benanga tetap terdampak akibat pembukaan lahan di kawasan hulu.
TERTATIH TAMPUNG AIR: Meski disebut tak terimbas langsung oleh tambang, Waduk Benanga tetap terdampak akibat pembukaan lahan di kawasan hulu.

SAMARINDASaat banjir pekan lalu, tinggi muka air (TMA) di Waduk Benanga sempat mencapai 90 sentimeter dan berada di level siaga. Saat itu, kenaikan TMA ini terjadi hanya hitungan jam. Ada indikasi terjadi limpasan air lubang tambang yang berada di utara, ke Waduk Benanga.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Distamben) Kaltim Wahyu Widhi Heranata menyebut, ada tiga atau empat lubang tambang di utara Waduk Benanga. Namun, dia yakin, lubang tambang tersebut tak berdampak pada ketinggian air di Waduk Benanga saat itu.

"Memang ada tambang, tapi tidak ada aliran masuk ke Waduk Benanga. Kami sudah investigasi. Dan saya sudah laporkan ini ke Wakil Gubernur Kaltim," ungkap Wahyu di Kantor Gubernur.

Dia melanjutkan, dekat waduk juga ada lubang tambang dari tambang ilegal yang beroperasi. Namun, ada juga tambang legal. "Seperti PT Insani Bara Perkasa dan PT Lana Harita," sambungnya.

Waduk Benanga ini berada di hulu Samarinda. Waduk ini yang menahan air dari hulu agar tak semua mengalir ke perkotaan melalui Sungai Karang Mumus (SKM). Keberadaan tambang di hulu Samarinda ini, makin menguatkan bahwa Samarinda darurat kawasan resapan air.

Seperti yang dikhawatirkan Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim Hafidz Prasetyo. Dia mengungkapkan, penanganan banjir di Kota Tepian seolah tidak menyentuh permasalahan utamanya.

Hafidz mengatakan agar pemerintah bisa memerhatikan wilayah hulu. Pembukaan lahan yang masif membuat banjir makin parah terjadi di Samarinda. Hulu yang semula sebagai tempat resapan air, berubah menjadi lahan tambang dan perumahan. Akibatnya, beban sungai pun kian berat ditambah tanah sedimentasi.

Kan kita tahu Samarinda 70 persen wilayahnya sudah dikaveling konsesi tambang. Nah, parahnya enggak ada satu pun perusahaan tambang yang melakukan reklamasi atau rehabilitasi lahan usai mengeruk. Pemerintah pun sepertinya tidak ada upaya untuk mendorong perusahaan melakukan reklamasi itu,” jelasnya.

Dia menambahkan sudah banyak uang yang digelontorkan untuk mengatasi banjir. Namun, persoalan ini tak kunjung tuntas. Harus sinergi berbagai instansi, sebab kerjanya bukan hanya pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kaltim atau Samarinda yang biasanya membuat drainase atau polder saja. Tetapi, lebih dari itu. Sebab, bicara mengatasi bukaan lahan, dan mengurangi izin tambang. Normalisasi SKM pun disebut Hafidz sebagai penanganan jangka pendek, jika tidak menyentuh di hulu.

“Rehabilitasi lahan dan menambah RTH (ruang terbuka hijau) yang menurut kami ideal sebagai solusi jitu jangka panjang,” pungkasnya. (nyc/dns/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X