BANJIR masih menjadi masalah klasik bagi Samarinda. Bencana itu seperti sulit pergi dari ibu kota Kaltim tersebut. Karena itu, perlu langkah konkret dari pemimpin daerah untuk mengatasi persoalan tersebut.
Pengamat Tata Kota Farid Nurrahman mengatakan, pemerintah daerah perlu membenahi drainase dengan melihat perhitungan curah hujan, air kiriman, dan jauh-tidaknya lokasi titik banjir.
Selain itu, penerapan rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk mengatasi banjir harus dilihat aktif-tidaknya kolam retensi dan jauh-tidaknya dari titik banjir. “Karena kasusnya akan berbeda jika lokasi serapan air atau tampungan air jauh dari titik banjir,” bebernya.
Dengan kontur wilayah yang rendah serta kurangnya resapan air membuat luapan air menghampiri rumah warga. Dia menambahkan, perbaikan aliran air juga menentukan sikapnya. Pasalnya, karena kontur rendah, Kota Tepian sering mendapatkan air kiriman. Misal Loa Janan Ilir, dapat kiriman air dari Kutai Kartanegara.
Terkait, ruang terbuka hijau (RTH) publik yang belum memenuhi syarat akan menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Pemkot Samarinda. Dia mengatakan, untuk memenuhi RTH publik minimal 20 persen dengan menunggu hibah dari lahan bekas tambang untuk dialihfungsikan menjadi kawasan hijau memerlukan waktu yang panjang.
Farid menambahkan, jika ada lokasi bekas tambang yang dihibahkan ke pemkot dengan lokasi yang jauh dari titik banjir, maka akan menambah pekerjaan lain. Yakni, pembangunan dan pembelian rumah pompa air. Dia memberikan saran agar pemkot lebih fokus ke perbaikan drainase, normalisasi, dan naturalisasi.
Ketiga konsep itu memiliki perbedaan. Misal drainase, dengan konsep hitungan berapa curah hujan yang paling lebat. Kemudian air kiriman bisa dihitung dan dibuat sesuai lokasi berdasar data yang ada. “Normalisasi itu memperbaiki jalur air di perkotaan sedangkan naturalisasi, memperbaiki jalur air di kawasan pinggir,” beber dosen Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Balikpapan itu.
Dia menjelaskan, naturalisasi tidak perlu penurapan. Namun, normalisasi dan naturalisasi memiliki pekerjaan yang sama yakni pengerukan sedimentasi. Farid menambahkan, sepanjang daerah aliran sungai (DAS) harusnya memiliki catchment, agar air bisa ditampung dan tidak langsung masuk ke DAS. Jadi, saat hujan dan air pasang, catchment tersebut menjadi tempat pengendalian air. (*/eza/rom/k16)