Bebaskan Lahan untuk Kolam Retensi, Pemkot Berbelit, Kalah dari Pengembang

- Kamis, 16 Januari 2020 | 16:31 WIB
Banjir yang melanda Samarinda beberapa hari lalu.
Banjir yang melanda Samarinda beberapa hari lalu.

BENCANA banjir di Samarinda sudah turun-temurun. Pergantian kepala daerah belum menjawab masalah klasik itu. Sebaliknya, jadi komoditas politik jelang pemungutan suara. Faktor geografis mestinya bukan alasan membiarkan banjir terus melanda. Dengan rangkaian teknologi, banjir bisa diatasi.

Samarinda, sedikitnya butuh 10 kolam retensi dengan luas rata-rata 10 hektare per kolamnya. Kolam inilah, yang akan jadi penampungan air-air yang saat ini kerap menggenangi pemukiman masyarakat Kota Tepian. Tetapi, kolam retensi juga belum cukup. "Juga dibangun bendungan, dan normalisasi sungai," ucap Staf Ahli Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III Eko Wahyudi kepada Kaltim Post.

Eko merupakan salah satu insinyur dibalik pembuatan master plan penanganan banjir di Samarinda. Menurutnya, rancangan yang disusun tak semua tereksekusi dengan baik. Pemkot selalu beralasan urusan pembebasan lahan dan masalah sosialnya jadi kendala. Pemkot pun kalah cepat dan tegas. Kondisi terjadi di salah satu kawasan yang diproyeksikan jadi kolam retensi di Gunung Lingai, Samarinda Utara.

Pemkot tak kunjung bisa membebaskan lahan tersebut. Sebaliknya, swasta bisa membebaskan lahan dan sekarang jadi perumahan. Padahal, jika ada kolam retensi di lokasi itu, dinilai efektif menanggulangi banjir di Kompleks Perumahan Griya Mukti dan Gunung Lingai. Eko menyebutkan, banjir di kawasan tersebut begitu tinggi karena sumber air banjir tidak hanya dari Sungai Karang Mumus (SKM) tetapi juga dari Sungai Lingai.

Pemkot sempat membebaskan 2,4 hektare lahan di kawasan ini, namun itu tidak cukup. Sebab, yang diperlukan itu 16 hektare, tapi sayang, Pemkot kalah dengan pengembang. Begitu pun yang di Bengkuring. "Yang di depan pasar itu seharusnya 20 hektare. Sekarang paling tinggal enam sampai sepuluh hektare saja itu. Padahal, kalau ada itu, debit air dari hulu Bengkuring bisa ditampung dulu. Jadi di sekitar pasar, puskesmas, kelurahan, bisa terkendali di situ," papar Eko.

Permukaan air yang tinggi di Bendungan Benanga, membuat limpasan air menuju Bengkuring dan juga Gunung Lingai. Sehingga, terjadi banjir seperti sekarang. Apalagi, disebut Eko, tinggi permukaan air ini tertinggi setelah banjir besar 1998 lalu. Banjir di kawasan ini pun susah surut. Sebab, air mengantre karena drainase Sungai Lingai yang bermuara di SKM, sangat kecil. Drainase yang kecil juga jadi sebab Jalan DI Panjaitan, kerap tergenang meskipun jalan sudah ditinggikan.

"(jalan) DI Panjaitan itu seharusnya lebar sungainya 6-8 meter. Sekarang tinggal 3,2 meter saja. Akhirnya airnya ya ke jalan itu. Jembatan yang ke gang-gang juga rendah, jadinya air terbendung dan luber ke jalan. 2020 ini, diharapkan provinsi ada kegiatan di situ. Jadi, diubah jembatan jadi dimensinya lebih mumpuni," imbuhnya.

Selain itu, masyarakat juga mesti sadar. Banyak sungai-sungai yang ditutup dan dibeton. Karena tertutup, banjir tak terlihat di tempat itu, namun berimbas ke tempat lain.

Eko menambahkan, tahun ini pihaknya akan membongkar bangunan-bangunan yang menutupi sungai seperti itu, agar sungai terbuka. "Sebenarnya, caranya dan uangnya untuk menanggulangi ada. Hanya saja kemauannya itu. Selama ini kan persoalannya administrasi," ucap Eko.

Jangan sampai, lanjut Eko, Samarinda seperti Jakarta yang kebingungan karena wilayah sudah penuh permukiman. Mumpung belum sepadat itu, maka harus disegerakan upaya ini.

Sementara itu, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan, sudah memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kaltim untuk membeli alat penyedot sampah produksi pemuda Belanda. "Dan dia janji akan membersihkan sungai seluruh dunia. Tidak mahal. Keliatan efektif kan. Kenapa kita tidak lakukan. Saya katakan minimal dua," ucap Hadi kemarin (15/1).

Mengatasi banjir, disebut Hadi tak semudah membalikkan telapak tangan. Programnya harus jangka panjang dan terkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/ kota. Mengingat efeknya dari hulu Mahakam. "Jadi kalau sudah bicara banjir ada yang harus diperbaiki persoalan penambangan liar, pengerukan sedimentasi, dan perbaikan drainase," pungkasnya. (nyc/riz)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X